Karya: Gutamining Saida
Ada orang yang di hadapan manusia tampak begitu kuat, kokoh, dan teguh menghadapi kehidupan. Mereka mampu berjalan dengan langkah mantap, berbicara dengan suara penuh keyakinan, bahkan mampu menenangkan orang lain yang sedang gelisah. Namun, di balik semua itu, ada sisi rapuh yang tak pernah ditampakkan di hadapan manusia. Kerentanan itu hanya tersingkap ketika ia berada sendirian di atas sajadah, menundukkan wajah di hadapan Allah. Saat dahi menyentuh tanah, saat hati benar-benar melepaskan segala topeng dunia, barulah terlihat bahwa sesungguhnya manusia tidak pernah benar-benar kuat tanpa sandaran kepada-Nya. Di situlah terbukti, bahwa Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar, sebaik-baik tempat kembali, dan sebaik-baik penolong dalam setiap keadaan.
Kesabaran manusia diuji dalam
banyak bentuk. Ada luka yang bisa dilihat orang lain, namun ada pula luka yang
hanya dirasakan di dalam hati. Ketika lisan memilih diam meski hati sebenarnya
terluka, di situlah letak puncak kesabaran. Diam bukan berarti lemah, melainkan
karena ia yakin bahwa Allah-lah yang Maha Tahu, dan hanya kepada-Nya segala
keluh kesah pantas ditujukan. Kesabaran yang sejati adalah ketika seseorang
tetap mampu menjaga akhlak, tetap mampu menahan diri, dan tidak mengumbar
kekecewaan kepada manusia. Ia menyadari, bahwa setiap luka adalah jalan untuk
lebih dekat dengan Sang Pencipta, dan setiap ujian adalah kesempatan untuk
meningkatkan derajat di sisi Allah.
Puncak kekuatan manusia justru
seringkali hadir dalam bentuk yang sederhana namun mendalam yaitu senyuman. Ada
orang yang mampu tersenyum meski dalam pandangannya ada air mata yang tertahan.
Senyum itu bukan karena ia tidak merasa sakit, melainkan karena ia memilih
untuk tetap kuat, agar dunia tidak runtuh bersamanya. Senyum itu adalah simbol
bahwa ia percaya pada janji Allah, bahwa setelah kesulitan akan ada kemudahan.
Air mata mungkin mengalir, namun di baliknya ada keyakinan bahwa Allah tidak
pernah meninggalkan hamba-Nya, meski dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
Ujian hidup seringkali hadir
bukan untuk melemahkan, melainkan untuk menguatkan. Allah tidak pernah
membebani seorang hamba melampaui batas kemampuannya. Namun, di balik setiap
ujian, Allah seakan berbisik lembut kepada hamba-Nya: “Datanglah kepada-Ku, adukan
segala rasa, lepaskan segala beban. Aku selalu dekat, bahkan lebih dekat dari
urat lehermu.” Maka, rasa sakit, kehilangan, kesepian, bahkan kebahagiaan
sejatinya adalah undangan agar manusia mau datang bermunajat, bersujud, dan
merasakan mesra bersama Allah.
Ketika manusia datang dengan
penuh kerinduan kepada Allah, ia akan merasakan ketenangan yang tidak bisa
diberikan oleh dunia manapun. Tidak ada pelukan yang lebih hangat daripada
pelukan doa, tidak ada tempat kembali yang lebih nyaman daripada sajadah, dan
tidak ada pendengar yang lebih setia daripada Allah. Dalam sujudnya, seseorang
bisa berbicara tanpa takut dihakimi, menangis tanpa harus malu, dan meminta
tanpa pernah ditolak. Di sanalah rahasia kekuatan sejati seorang hamba: bukan
pada genggaman dunia, melainkan pada eratnya hubungan dengan Allah.
Hidup di dunia memang tidak
pernah lepas dari luka, kecewa, dan air mata. Namun, semua itu menjadi indah
ketika dihadapi dengan hati yang yakin bahwa Allah selalu membersamai. Dalam
setiap detik yang berat, Allah sedang mengajarkan arti kesabaran. Setiap senyum
yang penuh luka, Allah sedang menumbuhkan kekuatan. Dalam setiap munajat yang
penuh kerinduan, Allah sedang melimpahkan kasih sayang-Nya.
Maka, orang yang tampak kuat di
hadapan manusia, sesungguhnya hanyalah hamba yang rapuh di hadapan Allah.
Rapuh, agar ia selalu membutuhkan. Rapuh, agar ia tidak pernah sombong. Rapuh,
agar ia selalu merendahkan diri dalam doa. Dan dari kerentanan itulah lahir
kekuatan yang sejati kekuatan yang bersumber dari Allah, Sang Maha Kuat, Sang
Maha Penolong, dan Sang Maha Pengasih.
Sebagaimana sabda Rasulullah dalam sebuah hadis:
“Ketahuilah, sesungguhnya
pertolongan itu datang bersama kesabaran, jalan keluar datang bersama
kesulitan, dan sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (HR.
Tirmidzi)
Hadis ini menjadi penguat bahwa
setiap kesulitan yang kita hadapi selalu ditemani oleh pertolongan dan
kemudahan dari Allah. Yang dibutuhkan hanyalah kesabaran, keyakinan, serta
kerendahan hati untuk selalu kembali kepada-Nya.
Cepu, 11 September 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar