Karya: Gutamining Saida
Suasana kelas 8H terasa agak berbeda dari biasanya. Saya sudah memulai pembelajaran IPS dengan penuh semangat, menjelaskan materi pengaruh agama hindu budha yang seharusnya bisa mereka pahami dengan mudah. Saya melihat tanda-tanda yang cukup jelas. Beberapa siswa mulai melamun, sebagian lain bersandar di meja, dan ada pula yang saling berbisik pelan dengan teman sebangkunya. Semangat yang biasanya menyala di awal jam pelajaran perlahan meredup. Saya menyadari bahwa mereka mulai bosan.
Saya tahu betul bahwa ketika siswa sudah kehilangan fokus, materi pelajaran sebaik apapun tidak akan bisa masuk dengan maksimal. Saya tidak bisa membiarkan situasi ini berlarut-larut. Maka, saya mencoba mencari cara agar mereka bisa kembali bersemangat. Pikiran saya langsung tertuju pada sebuah aktivitas ringan yang tidak hanya bisa membuat mereka bergerak, tetapi juga tertawa bersama. Aktivitas itu adalah ice breaking.
Seisi kelas langsung menoleh pada saya. Sebagian tampak penasaran, sebagian lain malah bersorak kecil karena merasa ada yang menyenangkan akan terjadi. Saya lalu meminta mereka untuk membentuk kelompok kecil, terdiri dari empat sampai lima orang. Dengan sedikit riuh, kursi dan meja mulai bergeser, mereka pun beranjak dan berkumpul bersama teman-teman dekatnya.
Mereka pun mulai mencoba. Ada kelompok yang dengan cepat berstrategi. Setiap anak memegang pulpen, yang lain membantu mengarahkan kertas, sementara yang lain berusaha menahan agar lingkaran tetap rapi. Karena tangan tidak boleh terlepas, gerakan mereka menjadi kaku dan canggung. Pulpen sering terjatuh, kertas miring ke sana-sini, bahkan ada yang tidak sengaja mencoret-coret tanpa bentuk.
Suasana kelas berubah total. Gelak tawa pecah di berbagai sudut ruangan. Ada kelompok yang berteriak panik karena tulisannya berantakan, ada yang menertawakan hasil tulisan temannya yang seperti cakar ayam, ada pula yang sampai tertawa terpingkal-pingkal karena salah satu anggotanya hampir jatuh akibat terlalu bersemangat menarik tangan temannya.
Saya memperhatikan wajah-wajah mereka. Siswa yang tadi terlihat bosan kini tampak hidup kembali. Pipi mereka memerah karena tertawa, mata mereka berbinar, dan suara riang memenuhi kelas. Saya pun ikut tertawa kecil melihat tingkah polah mereka yang penuh keceriaan.
Beberapa menit kemudian, akhirnya hampir semua kelompok berhasil menyelesaikan tantangan itu. Hasil tulisan memang jauh dari sempurna ada yang miring, ada yang patah-patah, bahkan ada yang hampir tidak terbaca. Tetapi justru di situlah letak keseruan aktivitas ini. Mereka belajar untuk bekerja sama, mencoba mengatasi keterbatasan, sekaligus menemukan keceriaan di tengah kesulitan.
Anak-anak mengangguk-angguk. Meski mereka masih tersenyum dan sesekali menahan tawa, saya tahu pesan yang saya sampaikan mulai masuk ke hati mereka. Suasana kelas yang semula lesu kini berubah menjadi lebih semangat.
Saya pun melanjutkan pembelajaran dengan suasana hati yang jauh lebih menyenangkan. Kali ini, siswa lebih fokus memperhatikan. Beberapa di antaranya bahkan lebih aktif bertanya dan menjawab. Saya bisa merasakan energi positif memenuhi kelas 8H hari itu.
Bagi saya, pengalaman ini sekali lagi menjadi pengingat bahwa mengajar bukan hanya soal menyampaikan materi, tetapi juga soal bagaimana menjaga suasana hati dan semangat belajar siswa. Kadang-kadang, hanya dengan memberi ruang untuk tertawa bersama, kita bisa membuka jalan bagi mereka untuk kembali fokus dan menikmati pelajaran.
Saya melihat anak-anak kembali ceria. Senyum dan tawa mereka seakan menjadi hadiah berharga bagi saya. Ice breaking sederhana tadi membuktikan bahwa dalam dunia pendidikan, kebahagiaan siswa adalah salah satu kunci keberhasilan belajar. Selamat membaca dan mencoba.
Cepu, 11 September 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar