Karya :Gutamining Saida
Sabtu malam biasanya terasa lengang. Setelah seharian penuh dengan aktivitas mengajar, memeriksa tugas, atau mengurus keluarga, sebagian besar guru memilih untuk menikmati waktu istirahat di rumah. Ada yang menonton televisi, ada yang bercengkerama dengan anak dan cucu, ada pula yang sekadar merebahkan badan sambil menggulir layar ponsel. Namun, malam itu terasa berbeda. Grup WhatsApp bernama “Suka-Suka Gue”, yang dibuat oleh Bu Wiwik beberapa waktu lalu, mendadak ramai.
Grup ini sebenarnya berisi sebagian besar guru IPS, ditambah beberapa guru lain yang sudah akrab dan sering bercanda. Nama grupnya memang terdengar nyeleneh, “Suka-Suka Gue”, hasil ide spontan Bu Wiwik yang terkenal jenaka sekaligus penuh semangat. Biasanya, grup ini hanya ramai saat ada informasi penting tentang jadwal rapat, kegiatan sekolah, atau undangan mendadak. Tetapi kalau sudah Bu Wiwik yang mulai melempar topik, suasana langsung berubah menjadi penuh canda tawa.
Malam itu, Bu Wiwik membuka obrolan dengan topik yang sedang viral di media sosial. Ia menuliskan, “ Memuliakan murid". Kalimat itu langsung mengundang perhatian. Dalam hitungan menit, notifikasi pun berdering bertubi-tubi.
Salah satu anggota grup langsung menimpali dengan komentar singkat, “Yang mulia hah!” Spontan Bu Indri.
“Walah, kok mengingatkan masa lalu.”
“Lha teringat je, wkwkwk,” sahut anggota lain. Tak lama kemudian, Bu Wiwik mengirimkan gambar orang ketawa terbahak-bahak, membuat suasana makin cair.
Saya pun ikut berkomentar, “Masa lalu tak boleh dilupakan.” Sebagai guru IPS, tentu kalimat itu terasa pas, mengingat sejarah selalu mengajarkan untuk tidak melupakan jejak masa lampau. Segera Bu Wiwik menimpali, “Jas Merah ya!” – singkatan dari “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah” yang populer dari Bung Karno.
“Betul...” jawab Bu Indri
Obrolan tidak berhenti di situ. Justru semakin melebar ke mana-mana. Pak Bambang tiba-tiba muncul dengan komentar yang membuat semua orang tertawa. “Aku ingat masa lalu, istriku malah marah ke aku, hhhh.”
Seakan tak mau kalah, Bu Wiwik langsung menimpali, “Lho, malah ingat pacar saat SMP!”
Tawa pun pecah. Saya sendiri spontan menambahkan komentar jahil, “Bukannya sampai saat ini masih SMP?” “Iya, SMPN 3.”
Semua yang membaca tak kuasa menahan senyum.
Pak Jum, yang memang sebentar lagi memasuki masa pensiun, ada di grup namun tidak ikut nimbrung. Saya menulis, “Pak Jum yang sebentar lagi lulus.” Membaca itu, Bu Indri cepat-cepat menambahkan, “Lulus cumlaude!” Lengkap sudah suasana keakraban malam itu.
Walaupun hanya lewat layar ponsel, kebersamaan terasa begitu hangat. Seakan-akan kami sedang duduk di ruang guru SMP, bercanda sambil menikmati teh hangat dan jajanan pasar. Obrolan ngalor-ngidul, saling melempar canda, diselingi gurauan khas yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang akrab satu sama lain.
Saya merasa, ada sesuatu yang istimewa dalam percakapan itu. Biasanya, obrolan di grup hanya singkat, sering kali kaku dan seperlunya. Tetapi malam itu berbeda. Seakan ada energi kebersamaan yang menyatukan, membuat semua merasa dekat. Bahkan, nama grup “Suka-Suka Gue” benar-benar terasa sesuai: obrolan mengalir tanpa beban, sesuka hati, penuh warna.
Malam semakin larut, tetapi percakapan tak kunjung reda. Notifikasi tetap berbunyi satu demi satu. Ada yang menambahkan stiker, ada yang mengirim emotikon tertawa, ada pula yang hanya menuliskan “wkwkwk” berkali-kali. Bagi saya, momen seperti ini adalah salah satu bentuk kebersamaan yang langka. Tidak ada tekanan, tidak ada formalitas, hanya tawa yang tulus dan rasa persaudaraan.
Saya jadi teringat, betapa kebersamaan guru bukan hanya dibangun di ruang kelas atau saat rapat resmi. Justru lewat momen sederhana seperti ini, ikatan itu terasa kuat. Malam itu, kami seakan sedang berbagi ruang yang sama, walau dipisahkan oleh jarak rumah masing-masing.
Sabtu malam itu akhirnya terasa seperti malam yang penuh hangat, meskipun hanya melalui layar kecil ponsel. Saya merasa menjadi bagian dari sebuah keluarga besar yang selalu punya cara untuk menciptakan keceriaan.
Kebersamaan di grup WhatsApp “Suka-Suka Gue” malam itu seperti menghadirkan kembali suasana ruang guru Esmega: penuh canda, gurauan, dan cerita yang mengalir begitu saja. Sebuah bukti bahwa persaudaraan tidak selalu harus bertatap muka. Kadang, lewat pesan singkat di dunia maya pun, kehangatan bisa hadir nyata dan membuat hati terasa lebih ringan.
Cepu, 21 September 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar