Karya : Gutamining Saida
Matahari bersinar cerah, ruang tamu terbuka. Di dalam rumah, ada tiga cucu saya yaitu Zaskia, Hamzah, dan Emira mulai tampak bosan. Sejak pagi mereka menonton televisi, menonton kartun, menonton film anak-anak, dan kini mulai mengeluh.
"Timmi, bosan nonton TV terus," kata Zaskia sambil mematikan televisi dengan remote.
"Iya, main yuk Timmi," tambah Hamzah, matanya bersinar, berharap ada ide permainan seru.
Emira pun ikut duduk mendekat, mengangguk-angguk, meski belum terlalu fasih bicara. Saya tersenyum melihat ketiganya. Saya tahu, saat-saat seperti inilah yang paling mereka rindukan saat berkumpul di rumah. Maka saya putuskan untuk mengajak mereka bermain permainan papan yang sudah lama tersimpan yaitu ular tangga.
Saya ambil papan ular tangga dari lemari, lalu mencari dadu dan penanda pemain. Karena tidak ada pion khusus, saya ambil tiga tutup botol dari dapur. Satu tutup botol berwarna putih untuk Zaskia, yang oren untuk Hamzah, dan yang merah untuk Emira. Mereka langsung semangat saat melihat saya menata papan permainan di lantai ruang tengah. Kami duduk lesehan di atas lantai.
"Timmi, Emira belum bisa main, kan?" tanya Zaskia.
"Tenang, nanti Timmi bantu Emira," jawab saya sambil tersenyum. "Tapi sebelum melempar dadu, kalian harus menjawab pertanyaan dulu, ya. Kalau bisa jawab, baru boleh lempar dadu!"
Zaskia dan Hamzah langsung tertawa senang. Mereka tahu saya suka memberi tantangan kecil seperti itu. Saya pun mulai permainan dengan memberi pertanyaan ringan.
"Zaskia dulu, ya. Sebutkan nama-nama hari dalam seminggu!"
"Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu!" jawabnya cepat.
"Bagus! Lempar dadunya!"
Zaskia pun melempar dadu dan tutup botol putihnya melaju ke kotak nomor empat aman. Kemudian giliran Hamzah. "Hamzah, berapa hasil dari dua tambah tiga?"
"Enam!" jawabnya yakin.
Saya pura-pura mengerutkan dahi. "Yakin?"
Hamzah pun tersenyum malu, lalu cepat membetulkan, "Lima!"
Saya tertawa. "Bagus! Lempar dadu, Nak!"
Hamzah melempar dan tutup botol oren-nya mendarat di kotak nomor enam masih aman. Saya membantu Emira menjawab pertanyaan mudah, seperti menyebutkan warna-warna. Ia menjawab dengan lucu, "Merah, kuning, ungu, pink," dan langsung bersorak-sorai sendiri.
Permainan pun berlanjut. Setiap giliran menjadi momen seru karena harus menjawab soal-soal sederhana terlebih dahulu. Tak hanya membuat permainan lebih menarik, tapi juga mengasah kemampuan berpikir mereka sambil bersenang-senang.
Semakin lama permainan berjalan, suasana semakin hidup. Mereka saling mengejar poin. Ada momen-momen lucu ketika dadu menunjukkan angka kecil, atau saat harus kembali ke bawah karena tertelan ular.
Suasana mendadak berubah ketika Zaskia melempar dadu dan tutup botol putihnya berhenti tepat di kepala ular besar di kotak 47. Saya melihat wajahnya langsung berubah. "Yaah… harus turun ke ekor ular…" gumamnya pelan. Matanya menatap ke arah kotak bawah tempat ekor ular berakhir. Ia menghitung kotak dengan jari-jarinya. "Empat puluh tujuh… turun ke tiga belas!" Seketika ekspresinya berubah muram. Ia duduk bersila dan memeluk lututnya. Saya bisa merasakan kekecewaannya.
"Zaskia, nggak apa-apa. Namanya juga permainan. Nanti juga bisa naik lagi," saya coba hibur. Namun sebelum Zaskia sempat membalas, tiba-tiba sorakan keras terdengar dari Hamzah.
"Horeee! Aku naik tangga!!" teriaknya kegirangan. Tutup botol oren miliknya berhenti di kotak 28, tepat di bawah tangga yang mengarah ke kotak 84. Ia menghitung dengan penuh semangat dan wajah penuh kemenangan.
"Sekarang aku paling depan! Hamzah menang! Hamzah menang!" katanya bersorak sambil berdiri dan menari kecil. Saya ikut tepuk tangan melihat semangatnya. Emira pun ikut menirukan gaya kakaknya, walau belum mengerti menang atau kalah.
Sementara Zaskia mulai bisa tersenyum kembali. Saya ajak dia mengulang giliran setelah menjawab satu teka-teki lucu, dan dadu akhirnya membawanya kembali ke jalur atas. Permainan terus berjalan sampai tutup botol Hamzah akhirnya mencapai kotak 100. Dengan semangat, ia berdiri dan berteriak, “Aku sampai puncak! Aku menang!”
Saya dan kedua cucunya yang lain ikut memberi tepuk tangan. Meski Hamzah menang, kami semua merasa menjadi pemenang hari itu. Tidak ada hadiah berupa piala atau medali. Tapi yang kami dapatkan jauh lebih berharga yaitu kebersamaan, tawa, dan kenangan indah.
Saya memandang satu per satu wajah mereka. Wajah-wajah kecil yang penuh semangat dan keceriaan. Tidak ada gadget, tidak ada TV, tapi justru momen itu yang paling berkesan. Saya bahagia bisa menciptakan suasana yang menyenangkan untuk mereka di masa liburan ini. Saya tahu, suatu hari nanti, mereka akan mengenang permainan ular tangga di ruang tamu bersama Timmi, sebagai bagian manis dari masa kecil mereka.
Cepu, 4 Juni 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar