Karya : Gutamining Saida
Hari Selasa pagi, langkah saya terasa ringan menuju sekolah. Udara pagi masih segar, embun belum sepenuhnya menguap, dan langit tampak bersih dari awan gelap. Saya memasuki gerbang dengan niat seperti biasa berbagi ilmu, dan berbagi semangat dengan siswa serta lingkungan.
Begitu membuka pintu ruang guru, ada sesuatu yang berbeda. Aroma harum menguar lembut, menyelinap ke dalam hidung dan langsung menyapa indera penciuman saya. Sejenak saya diam, menoleh kiri dan kanan. Ternyata, di meja belakang ruang guru, berderet rapi mangkuk-mangkuk putih berisi soto. Kuahnya kekuningan, hangat mengepul, menggoda siapa saja yang melihat. Potongan ayam, taoge, bihun, seledri, dan bawang goreng tampak menggoda. Tercium harum kaldu yang khas, seakan mengundang untuk segera diseruput.
Saya mendekat, dengan senyum terukir di wajah. “Heeem… nikmatnya,” desah saya pelan. Hidung saya seperti mendapatkan hadiah pagi. Dalam hati saya berkata, "Alhamdulillah… nikmat Allah memang tak akan pernah tertukar." Nikmat bisa mencium aroma soto di pagi yang belum sepenuhnya ramai, adalah bentuk rezeki yang tak ternilai.
Melihat sajian itu, saya pun bertanya sambil mendekati meja kerja Bu Ning, “Ini ada acara, Bu Ning?”
Beliau menoleh, tersenyum singkat sambil menjawab, “Sudah ambil itu soto…”
Jawaban yang pendek tapi penuh makna. Tak perlu basa-basi. Itu tanda bahwa ini bukan untuk satu-dua orang, tapi untuk semua guru yang datang pagi itu.
“Selasa berkah ya, Bu Ning,” ujar saya sambil ikut tersenyum. Bu Ning menjawab tenang sambil mengatur mangkuk, “Semua hari itu baik, Bu. Yang lain mungkin Jumat berkah. Saya ya… sewaktu-waktu.”
Saya mengangguk perlahan, mengagumi caranya berbagi. Tak menunggu hari khusus, tak menunggu ada momen tertentu. Ketika bisa memberi, maka ia memberi. Ada keikhlasan yang sederhana tapi terasa dalam. Sebuah keteladanan yang tidak diumumkan, tapi menginspirasi.
Tak lama kemudian, saya melangkah ke meja belakang tempat deretan soto itu berada. Saya duduk pelan, mengambil satu mangkuk. Saya tambahkan kuah hangat yang ditaruh di panci, lalu menambah sedikit sambal dan memeras jeruk nipis di atasnya. Warna soto jadi lebih cerah dan aromanya makin menggoda.
Baru saja saya mulai mengaduk pelan untuk mencampur isian soto, Bu Ning datang dari arah belakang.
Dengan santai, ia mengambil satu potong kepala ayam, dan meletakkannya di dalam mangkuk saya. Saya kaget sekaligus geli.
“Lho… lho kok ditambah itu?” tanya saya sambil menunjuk ke dalam mangkuk.
Bu Ning tersenyum, tak menjawab langsung. Matanya hangat, senyumnya tulus. Lalu ia berkata lembut, “Allah Subhanahu Wata'alla itu Maha Kaya. Tidak akan keliru dalam membagikan rezeki.”
Saya terdiam. Kata-kata itu sederhana, tapi menancap kuat. Saya merasa seperti sedang diajar tanpa papan tulis, tanpa spidol, tanpa catatan. Tapi pelajarannya jauh lebih dalam: tentang keikhlasan, rasa syukur, dan makna rezeki.
Saya menunduk sebentar, hati saya hangat. Dalam hati saya kembali berbisik, "Hari ini, rezeki saya luar biasa."
Saya mulai menyantap soto perlahan. Kuahnya meresap ke dalam nasi, sambalnya pas, perasan jeruk nipis membuat rasa makin segar. Dan tentu saja, kepala ayam yang diberikan Bu Ning terasa istimewa. Bukan karena dagingnya, tapi karena makna di balik pemberiannya.
Beberapa guru juga mulai menikmati soto. Obrolan ringan mengalir, tawa bersahut. Tak ada perbedaan siapa yang paling awal atau siapa yang terakhir. Semua duduk bersama, menyantap rezeki yang dibagikan dengan cinta. Soto pagi itu telah menyatukan kami, bukan hanya sebagai rekan kerja, tapi sebagai saudara dalam kebersamaan.
Selasa itu menjadi hari yang tak akan mudah saya lupakan. Di balik semangkuk soto yang tampak sederhana, ada pelajaran mendalam yang saya terima. Bahwa berbagi tak harus menunggu momen, bahwa memberi tidak harus berlebih, dan bahwa rezeki bisa datang dalam bentuk yang tak terduga. Kadang ia berupa makanan, kadang berupa senyuman, kadang berupa ucapan, dan kadang berupa hati yang ikhlas memberi. Teriring doa semoga rezeki tambah berkah, sehat selalu bu Ning.
Cepu, 18 Juni 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar