Bola Kesabaran

Karya: Gutamining Saida
Classmeeting di SMPN 3 Cepu selalu menghadirkan kejutan. Setelah penilaian akhir semester selesai, suasana sekolah yang biasanya penuh konsentrasi belajar mendadak berubah menjadi penuh canda, semangat, dan sorak-sorai. Lomba demi lomba digelar dari futsal, tarik tambang, hingga lomba yang satu ini yaitu Bola Kesabaran. Sebuah nama yang unik, sekaligus membuat saya penasaran.

Pagi itu, saya menyempatkan diri bersama siswa di lapangan, menikmati keramaian. Saat itulah mata saya tertuju pada satu sudut lapangan di mana beberapa anak berkumpul, tampak lebih tenang dibandingkan keramaian di tempat lain. Mereka berdiri saling berhadapan dalam formasi empat orang. Di tangan mereka ada seutas tali, satu ujung dipegang oleh pasangan yang berseberangan. Tali itu saling bersilangan, dan di tengah-tengahnya, diletakkan sebuah bola kecil berwarna warni, ada merah, hijau, oren. Yang biasa digunakan permainan mandi bola. 

Saya melangkah mendekat. Ternyata ini adalah lomba Bola Kesabaran. Kata siswa yang saya tanya. 

Panitia lomba, yang terdiri dari pengurus OSIS, tampak sibuk menjelaskan aturan lomba pada peserta dan penonton yang penasaran. Seorang siswa OSIS, yang bertugas sebagai juri sekaligus pemandu, menjelaskan dengan jelas yaitu :
"Setiap kelompok terdiri dari empat orang. Dua anak memegang ujung tali yang satu, dua anak lainnya memegang ujung tali yang lain. Di tengah-tengah tali, kami taruh bola kecil. Tugas kalian adalah berjalan pelan-pelan menuju garis finis sambil menjaga agar bola tidak jatuh. Kalau jatuh sebelum finis, harus kembali ke garis start dan mengulang. Tim yang berhasil membawa bola sampai finis dan memasukkannya ke dalam gelas adalah pemenangnya."

Seketika saya paham mengapa lomba ini dinamai Bola Kesabaran. Bukan hanya butuh keseimbangan, tetapi juga kerja sama dan komunikasi yang baik. Keempat peserta harus menyatu dalam gerak dan ritme. Satu terlalu cepat, yang lain terlambat, bola bisa jatuh. Tidak cukup kuat menahan, bola bisa tergelincir.

Saat lomba dimulai, penonton bersorak, tetapi tidak terlalu keras. Mereka tahu bahwa peserta perlu konsentrasi penuh. Pasangan pertama dimulai dari kelas tujuh. Setiap satu putaran dua regu dari kelas yang berbeda. Gerakan mereka sangat hati-hati, bahkan seperti sedang menginjak lantai yang terbuat dari kaca. Setiap beberapa langkah, mereka berhenti sejenak, melihat posisi bola, lalu melanjutkan.

Belum sampai separuh lintasan, bola goyang. Semua menahan napas. Lalu... jebluk! Bola jatuh ke tanah. Penonton pun berseru kecewa, tapi juga tertawa mendukung. Peserta pun harus kembali ke garis start.

Tak hanya satu dua kelompok yang mengalami hal serupa. Banyak yang bola-nya jatuh berulang kali. Ada yang terlalu tergesa, ada yang terlalu kaku, bahkan ada yang saling menyalahkan. Tapi justru di situlah letak nilai lomba ini melatih kesabaran, kekompakan, dan kemampuan mengendalikan emosi.

Saya melihat satu tim dari kelas 7C yang sangat menarik perhatian. Mereka tampak kompak sejak awal. Sebelum mulai, mereka membentuk lingkaran kecil, menunduk dan saling memberi semangat. “Pelan-pelan, jangan panik. Kita bisa,” kata salah satu dari mereka. 

Saat peluit dibunyikan, keempatnya berjalan perlahan. Langkah mereka selaras, mata mereka saling memberi kode. Tak satu pun dari mereka bicara keras-keras, hanya isyarat dan gerakan kepala. Bola di tengah tali bergerak stabil, perlahan mendekati garis finis. Penonton mulai bersorak lebih keras. “Ayo! Sedikit lagi!”

Beberapa meter menjelang garis finis, tantangan paling berat pun datang: memasukkan bola ke dalam gelas plastik bening yang diletakkan di tengah garis finis. Gelas itu kecil, dan bola harus dijatuhkan tepat ke dalamnya dari posisi tali.

Keempat anak itu berhenti. Mereka menarik napas. Perlahan, tangan mereka bergerak menurunkan posisi tali. Salah satu dari panitia bersiap dengan wajah tegang, menunduk mengamati posisi bola.

“Satu... dua... tiga...” bisik salah satu peserta.

TOK! Bola jatuh. Dan... pluk!—masuk sempurna ke dalam gelas!

Sorak-sorai membahana. Tepuk tangan menggema dari para penonton, dan teman-teman yang ikut menyaksikan. Empat anak itu tersenyum lebar, saling menepuk bahu. Tidak ada yang merasa dirinya paling berjasa, karena mereka tahu bahwa  kemenangan itu hasil kerja sama.

Lomba Bola Kesabaran hari itu memberi pelajaran penting. Di balik permainan sederhana, tersembunyi makna yang mendalam. Kesabaran, komunikasi, kerjasama, dan kemampuan untuk tidak menyerah ketika gagal, adalah nilai-nilai yang jauh lebih penting daripada sekadar menang lomba.
Cepu, 17 Juni 2025 



Komentar