Minggu, 15 Juni 2025

Jejak Silaturrahmi di Tengah Resepsi

Karya: Gutamining Saida

Siang itu langit cerah, seperti turut menyambut kebahagiaan yang akan saya temui. Undangan telah saya terima beberapa hari sebelumnya bukan sekadar undangan biasa, melainkan undangan yang diantarkan langsung oleh teman seprofesi bersama istrinya ke rumah saya. Ia adalah sahabat lama semasa saya masih bertugas di tempat yang sama, SMPN 1 Kedungtuban. Meski kini saya tidak lagi sekantor dengannya, ternyata ia masih menyempatkan diri untuk menjaga jalinan silaturahmi. Sebuah perhatian kecil yang bagi saya terasa begitu hangat dan dalam maknanya.

Hari resepsi pun tiba. Sejak pagi, saya sudah bersiap. Tidak hanya bersiap secara fisik, juga hati saya penuh harap, harap bisa bertemu kembali dengan rekan-rekan guru yang dulu pernah bersama saya mengajar, berbagi tawa, keluh, dan perjuangan dalam dunia pendidikan. Sebelum berangkat, saya mengirim pesan pribadi kepada beberapa teman guru, berharap kami bisa bertemu di sana. Mereka membalas dengan semangat, menyampaikan bahwa mereka pun akan hadir.

Saya tiba di lokasi resepsi sesuai waktu yang disepakati. Tempatnya begitu ramai, suasananya tetap hangat. Musik mengalun dari panggung pelaminan, tamu-tamu datang bergiliran mengucapkan selamat, dan para penerima tamu sibuk menyambut para tamu dengan senyum yang tulus. Saya pun melangkah menuju deretan orang tua, sepasang mempelai. Saya memandangi pelaminan. Sang mempelai tampak anggun dan tampan, bersanding dengan penuh kebahagiaan. Anak dari sahabat saya itu kini telah memasuki fase kehidupan yang baru.

Tak lama kemudian, satu per satu wajah-wajah yang saya rindukan mulai muncul. Ada Bu Endang, bu Yulis, bu Yuli, bu Azkia yang dulu sering duduk Bersama  di ruang guru. Pak Tulas yang dikenal dengan candaan segarnya, dan Bu Iip yang selalu  mengurus kegiatan kekeluargaan. Kami saling menyapa, berjabat tangan, berpelukan. Rasa haru tak bisa disembunyikan. Rasanya seperti dipertemukan kembali dalam ruang yang tak hanya fisik, tapi juga kenangan.

“Alhamdulillah, bisa ketemu lagi ya,” ucap Bu Endang sambil memegang tangan saya erat.

“Rasanya seperti reuni kecil,” timpal bu Yani.

Obrolan mengalir lancar, seolah tak ada jarak yang memisahkan kami selama ini. Topik yang kami bahas pun beragam dari kondisi sekolah saat ini, perkembangan para siswa, hingga kabar keluarga masing-masing. Ada tawa yang pecah, ada pula keheningan sejenak saat kami mengenang momen-momen perjuangan bersama di sekolah.

Seorang dari kami mengusulkan untuk mengabadikan momen ini dengan berfoto bersama. Tentu saja kami setuju. Kami berdiri berjejer, senyum mengembang, dan "klik" kamera menangkap kebersamaan itu dalam satu bingkai. Sebuah foto yang kelak akan menjadi saksi bahwa persahabatan dan silaturahmi itu tak mudah luntur, meski waktu dan tempat telah memisahkan kami.

Sambil menyendok nasi dan lauk, obrolan tetap berlanjut. Bahkan di antara kami ada yang saling membantu membawakan minuman atau mengambilkan makanan untuk yang lain. Nuansa kekeluargaan begitu terasa. Tidak seperti sekadar tamu undangan, tapi seperti anggota keluarga besar yang tengah berkumpul.

Usai makan, kami menyempatkan diri bertemu dengan sahabatyang lain, Ia menyambut dengan hangat, senyumnya lebar.”Bagaimana sehat-sehat ya” katanya penuh tulus. Saya membalas dengan anggukan kepala dan ucapan doa untuknya.

Momen singkat ini seakan menjadi oase dalam rutinitas kami masing-masing. Saling bertemu, berbagi cerita, dan mengenang masa lalu ternyata sangat berarti. Terkadang, kebahagiaan itu sederhana bertemu kembali dengan orang-orang yang pernah berjalan bersama kita di lorong kehidupan. Kehadiran saya hari itu bukan sekadar memenuhi undangan resepsi, tapi juga mempererat ikatan yang sempat longgar karena waktu dan jarak. Silaturahmi adalah harta yang tak ternilai. Dan saya bersyukur, Allah Subhanahu Wata’alla mempertemukan kembali langkah kami dalam suasana yang penuh berkah.

Cepu, 15 Juni 2025


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar