Jejak Langkah Kakiku di Lantai Atas

Karya: Gutamining Saida

Lima bulan delapan belas hari saya berada di dunia Esmega. Dunia baru yang menghadirkan berbagai warna dalam kehidupan saya sebagai seorang guru. Saya pikir, selama itu saya telah menginjak hampir semua ruang dan sudut sekolah ini. Tapi nyatanya belum semua. Masih ada ruang-ruang yang belum saya jamah, belum saya kunjungi, bahkan belum pernah saya lihat secara langsung. Salah satunya adalah ruang BK yang berada di lantai atas.

Pagi itu, seperti biasa saya datang dengan motor kesayangan. Saya menyusuri jalanan yang sudah mulai saya hafal lekukannya. Saya menyapa beberapa wajah siswa yang berlalu-lalang. Rutinitas pagi, seperti absen kehadiran guru, menjadi agenda awal. Saat kaki saya baru melangkah beberapa langkah untuk absen, tiba-tiba terdengar suara memanggil nama saya, "Bu Saida!"

Saya spontan menoleh, mencari asal suara. Suara itu tidak datang dari sekeliling, melainkan dari lantai atas. Saya mendongak, menatap ke lantai atas bangunan. Dan... ketemulah! Sesosok wajah yang saya kenal menyapa dari ketinggian. Dia mengukir senyum hangat yang tampak tulus dan penuh persahabatan. Wajah itu adalah Bu Wiwik teman sejawat yang pagi itu sudah lebih dulu datang dan menyiapkan segala sesuatu untuk OSN di ruang BK.

Sejenak sebelum berangkat ke sekolah, saya memang menerima pesan pribadi dari Bu Wiwik. Dia yang memberitahu bahwa hari ini beliau bertugas di lantai atas. Tapi karena kesibukan pagi dan banyaknya hal yang harus saya pikirkan, pesan itu sempat menguap dari ingatan. Hingga sapaan hangat itu mengembalikannya.

"Bu Saida, ke sini ya!" serunya sambil tersenyum lebar.

Saya balas dengan senyum dan anggukan. Rasanya seperti ada ajakan yang tidak bisa saya tolak, bukan karena terpaksa, tapi karena terasa menyenangkan. Sebuah undangan untuk melangkah ke tempat yang belum pernah saya datangi.

Setelah memarkir motor dengan rapi, saya pun berjalan menuju tangga. Langkah demi langkah terasa ringan dan penuh semangat. Lantai atas ini memang lebih sepi, jarang saya kunjungi karena memang belum ada keperluan khusus. Namun pagi ini saya berusaha hadir di sana.

Setibanya di ruang BK, saya melonggok ke dalam ruang dengan perlahan. Udara yang sedikit lebih hangat dari lantai bawah menyambut saya. Namun tak kalah ramah dari senyuman Bu Wiwik yang setia menunggu. Ruangan itu tampak sederhana namun penuh cerita. Ada rak berisi stopmap dan dokumen, meja kerja, dan beberapa kursi untuk konsultasi siswa.

"Alhamdulillah, akhirnya saya menginjakkan kaki di ruangan ini juga," ucap saya spontan.

"Sudah hampir enam bulan di sini, tapi belum pernah ke ruang BK?" sahut Bu Wiwik sambil tertawa kecil.

Saya hanya tersenyum. Kadang tanpa disadari, kita terlalu sibuk di rutinitas hingga lupa menjelajahi lingkungan kerja sendiri.

"Ke sini buat apa, Bu?" saya bertanya.

"Ya survei lingkungan, lah!" jawabnya santai.

“Benar juga ya.” Saya menjawab dengan singkat.

Kalimat yang sederhana tapi mengandung makna mendalam. Ternyata tidak semua kunjungan harus ada alasan formal atau keperluan administratif. Terkadang, langkah sederhana seperti ini bisa membuka cakrawala baru, memperluas pemahaman, dan mempererat tali silaturahmi.

Pandangan saya kemudian menyapu seisi ruangan. Di tengah ruangan, mata saya tertumbuk pada beberapa kursi kayu tua. Kursi itu berbeda dari yang lain. Usianya tampak sudah puluhan tahun, namun tetap kokoh dan terawat. Ada nuansa klasik yang memancarkan keanggunan tersendiri.

"Kursi itu sudah ada sejak saya mulai kerja di sini," cerita Bu Wiwik. "Dulu, katanya kursi itu bekas waktu sekolah RSBI di Esmega."

Saya mendekat, menyentuh sandarannya yang halus. Kayunya masih kuat, pliturnya memang sudah mulai pudar tapi tidak mengurangi keanggunannya. Saya membayangkan berapa banyak siswa yang pernah duduk di situ, berapa banyak air mata dan senyum yang pernah menyertai sesi konseling.

Ruang BK ini bukan sekadar tempat kerja. Ia adalah ruang kehidupan. Tempat berbagai kisah tertutur, tempat beban siswa diturunkan, tempat motivasi kembali disusun. Pagi itu, saya merasa bersyukur bisa menjejakkan kaki di sini.

Percakapan kami berlanjut, hingga kisah ringan seputar keluarga. Tak terasa waktu berjalan cepat, suasana di ruang BK seolah melambatkan waktu. Saya merasa hangat, seperti menemukan bagian dari sekolah yang selama ini luput dari pandangan saya.

Sebelum pamit, saya sempat duduk di kursi tua itu. Rasanya seperti duduk di atas sejarah. Sejenak saya menunduk, berdoa dalam hati, semoga langkah-langkah kecil seperti ini terus membawa saya pada pemahaman yang lebih luas, pada pertemuan yang lebih bermakna, dan pada jejak rasa yang tak hanya tertinggal di lantai, tapi juga di hati.

Hari itu saya belajar, bahwa kadang langkah sederhana menuju ruang yang belum pernah dijejak, bisa menjadi perjalanan yang penuh makna. Dan Esmega, dengan segala sudut dan kisahnya, masih menyimpan banyak ruang untuk saya temukan.

Cepu, 20 Juni 2025

 

 

Komentar

  1. Masih ada sudut2 Esmega yang lepas dari pandangan Bu Saida, lain kali kita jelajahi lagi, ya

    BalasHapus

Posting Komentar