Karya: Gutamining Saida
Jalan kaki adalah olahraga paling sederhana namun kaya manfaat. Tidak butuh alat, tak perlu tempat khusus, dan bisa dilakukan kapan saja. Cocok untuk usiaku sekarang. Tidak ada gerakan berat yang menguras tenaga, hanya ayunan kaki yang berirama, langkah demi langkah yang menyatu dengan napas dan detak jantung. Cukup menyisihkan waktu, meluangkan sedikit dari padatnya aktivitas harian, lalu membiarkan tubuh bergerak dalam tempo yang alami.
Seperti sore-sore sebelumnya, saya bertekad untuk tetap berolahraga. Jalan kaki sudah menjadi semacam komitmen pribadi demi menjaga kesehatan. Setidaknya satu jam, saya harus bergerak, membiarkan tubuh berkeringat, dan pikiran berkelana sambil mengamati sekitar.
Biasanya ditemani anak perempuan saya berjalan menyusuri jalanan sekitar perumah jalan Dumai, tetapi hari itu ia berhalangan ada pasien terapi. Hati saya sempat bimbang, apakah tetap keluar atau istirahat saja di rumah. Tapi kemudian, bak gayung bersambut, Bu Isna chats menawarkan ajakan jalan-jalan. Dengan semangat saya menyambut ajakan itu.
Kami berjalan berdua, menyusuri jalan yang sebagian besar sudah saya kenali. Kali ini, langkah kami ke arah Dumai. Daerah itu menyimpan kenangan tersendiri. Saya teringat pada satu momen beberapa tahun lalu saat suami mengajak saya bersilaturahmi ke salah satu temannya di daerah itu. Sayangnya, saya tak ingat pasti rumahnya yang mana. Hanya satu yang tertinggal dalam ingatan yaitu jalan itu menanjak, rumah di sebelah kiri jalan raya .
Sambil terus berjalan, saya menceritakan ingatan samar itu kepada Bu Isna. Ia mendengarkan dengan antusias sambil sesekali menunjuk rumah-rumah di sekitar, mencoba menebak mana yang mungkin saya maksud. Kami terus melangkah pelan menapaki jalan menanjak itu. Mata saya terus mengamati, berusaha menemukan secuil petunjuk yang mungkin bisa menyambung kembali potongan memori yang terserak.
Seperti adegan dalam cerita, tiba-tiba Bu Isna menyapa seorang perempuan yang baru saja keluar pagar rumah. Sapaan itu membuat saya terdiam sejenak. Ada sesuatu yang familiar pada suara dan sosok perempuan itu. Jantung saya berdetak lebih cepat, dan mata saya menajam, berusaha mengenali lebih jelas.
“Bu Bambang!” seru Bu Isna sambil tersenyum.
Mendengar nama itu, tubuh saya refleks menoleh dan kaki saya terhenti. Rasanya seperti disentak oleh kenangan yang tiba-tiba bangkit. Ya, itu dia! Sosok yang selama beberapa hari ini berusaha saya ingat. Wajah yang pernah saya lihat dalam momen silaturahmi itu. Tanpa pikir panjang, saya turut memanggilnya, “Bu Bambang!”
Saya melangkah cepat mendekatinya dan langsung mengulurkan tangan, ingin menyambung silaturahmi yang sempat terputus. Wajah Bu Bambang tampak bingung, matanya menatap saya lekat-lekat, mencoba membangkitkan ingatannya yang mungkin telah tertimbun oleh waktu.
“Njenengan siapa? Saya kok lupa?”
“Saya, Bu Darbi,” jawab saya sambil tersenyum.
Saat itulah, sesuatu yang hangat mengalir di antara kami. Senyumnya perlahan merekah, lalu pertanyaan demi pertanyaan mengalir deras.
“Suami bagaimana kabarnya? Suami sudah purna? Sudah punya cucu berapa?”
Saya mengangguk, menjawab semua pertanyaannya satu per satu. Kami tertawa kecil saat mengenang masa lalu, betapa waktu telah berjalan cepat, membawa kita ke usia yang lebih tua, penuh pengalaman, dan tentu saja, penuh cerita.
Pertemuan kami terasa seperti anugerah kecil yang dikirimkan Allah Subhanahu Wata'alla di tengah kesibukan dan rutinitas. Semua terjadi begitu alami, tanpa rencana, tanpa rekayasa. Jika saja sore itu saya tidak keluar rumah, jika anak saya jadi menemani saya, jika Bu Isna tidak mengajak jalan kaki barangkali saya tidak akan bertemu Bu Bambang.
Saya pun menyadari, betapa banyak kejutan yang Allah Subhanahu Wata'alla simpan di balik hal-hal kecil. Jalan kaki sore itu tidak hanya menyegarkan tubuh saya, tapi juga menghadirkan pertemuan yang menyambung kembali tali silaturahmi yang sempat terlupa. Langkah-langkah sederhana itu membawa saya bukan hanya ke tujuan fisik, tetapi ke tujuan hati yaitu bertemu, menyapa, dan saling menguatkan.
Sejak sore itu, saya semakin yakin bahwa setiap aktivitas sederhana bisa menjadi bagian dari kisah besar dalam hidup kita. Jalan kaki bukan hanya tentang menjaga kesehatan, tapi juga tentang membuka ruang untuk pertemuan, menghidupkan kenangan, dan memberi makna baru dalam hidup yang terus berjalan.
Cepu, 9 Mei 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar