Selasa, 06 Mei 2025

Obrolan Hamzah


 Karya: Gutamining Saida

Waktu luang datang tak selalu bisa direncanakan. Seperti kemarin, saat urusan rumah sudah selesai, pikiran saya tergerak untuk membuka ponsel. Bukan untuk sekadar hiburan atau belanja daring seperti kebanyakan orang. Saya manfaatkan untuk memantau kehidupan anak-anak saya. Mereka kini telah tumbuh dewasa, bahkan satu dari mereka telah menikah dan memiliki keluarga sendiri. Di hati saya, mereka tetaplah anak-anak yang harus terus saya jaga, dalam doa, perhatian, dan nasihat.

Saya membuka story media sosial mereka satu per satu. Kadang hanya foto makanan, pemandangan, atau kegiatan sehari-hari. Bagi saya, itu sudah lebih dari cukup. Saya bisa tahu keadaan mereka, bahkan sekilas bisa menangkap suasana hati mereka. Ada satu dua unggahan yang membuat saya tersenyum, ada pula yang membuat saya mengernyit, merasa perlu mengingatkan. Menjadi orang tua, saya yakin tidak pernah selesai tugasnya meski usia anak sudah tak lagi muda. Justru saat itulah, mereka perlu tetap diingatkan dengan cara yang halus dan penuh kasih agar tetap berada di jalan yang benar dengan ridho Allah.

Di antara story-story itu, perhatian saya tertuju pada unggahan anak pertama saya. Ia membagikan potongan percakapan dengan anak lelakinya yaitu  cucu laki-laki saya.  Dia sedang asyik berbincang setelah pulang sekolah TK. Di percakapan itu,diantaranya adalah:

“Malaikat itu dibuat Allah dari Cahaya. Setan dibuat Allah dari api ya kan, mii?”tanya Hamzah

“Kalau kita manusia, dari tanah.”ucap uminya singkat.

“ohh ..makanya kita coklat warnanya ya mii?”tanya Hamzah

“Iyaaa,”tanpa sadar uminya langsung tertawa

“Abah Hamzah kulitnya putih, terbuat dari tanah apa mii?”lanjut Hamzah

Pertanyaan yang terdengar sederhana, tapi bagi saya begitu istimewa. Itu menandakan bahwa alur pikir cucu saya mulai berkembang. Ia mulai bertanya tentang penciptaan, tentang asal mula makhluk ciptaan Allah. Di usia yang masih kecil, ia sudah belajar memahami hal-hal yang mendasar dalam agama. Hati saya bergetar.

Cucu saya seolah mencoba menyimpan informasi itu dalam ingatannya. Lalu dengan polos ia bertanya, “Kalau tanahnya warna coklat, berarti manusia warnanya coklat juga ya, Mi?”

Saya tertawa kecil Betapa murninya pikiran anak kecil. Tapi juga betapa dalamnya logika mereka bekerja.

Saya lalu membalas story itu dengan emoji senyum dan tulisan: "Masya Allah... pintar dan kritis ya. Terus dampingi anak-anak dengan kasih sayang ya."

Tak lama, anak saya membalas, “Iya Bu. Kadang saya sendiri terkejut dengan pertanyaan-pertanyaannya. Tapi saya senang karena itu berarti dia memperhatikan pelajaran di sekolah.”

Saya lalu merenung. Pendidikan di usia dini sangat penting. Dan yang lebih penting lagi adalah dukungan dari orang tua, bahkan dari nenek dan kakeknya. Saya bersyukur, lingkungan tempat cucu saya belajar membantunya mengenal Allah dengan pendekatan yang ringan namun membekas.

Kejadian itu membuat saya semakin yakin bahwa keluarga tetap harus menjadi tempat pertama dan utama untuk pendidikan akhlak dan iman. Di sekolah mereka belajar dasar, tapi di rumah yaitu di pangkuan orang tua dan dalam percakapan sehari-hari dengan nilai-nilai itu harus terus dikokohkan.

Saya membuka foto cucu saya ketika baru lahir. Sekarang dia sudah pandai bertanya, sudah punya rasa ingin tahu yang tinggi. Rasanya seperti baru kemarin saya menggendongnya, mencium keningnya, dan kini ia sudah menjadi anak TK yang pandai bertanya soal malaikat dan manusia. Betapa waktu begitu cepat berlalu.

Saya sadar, bahwa saya tak bisa selamanya mendampingi mereka secara fisik. Tapi saya bisa terus hadir dalam doa, perhatian, dan sesekali teguran halus saat diperlukan. Saya tidak ingin menjadi ibu atau nenek yang mengganggu, tapi saya juga tidak ingin abai.

Anak dan cucu adalah amanah. Meski mereka sudah menjadi orang tua, tetap akan ada celah di mana mereka butuh arahan, nasihat, atau sekadar telinga yang mendengar. Maka, saat saya bisa, saya akan terus memantau mereka dengan cara yang bijak dan penuh cinta. Saya kembali menyadari bahwa menjadi orang tua  dan nenek  adalah tugas sepanjang hayat, sepanjang cinta yang tak pernah habis mengalir.

Cepu, 7 Mei 2025

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar