Karya: Gutamining Saida
Waktu luang datang tak selalu
bisa direncanakan. Seperti kemarin, saat urusan rumah sudah selesai, pikiran
saya tergerak untuk membuka ponsel. Bukan untuk sekadar hiburan atau belanja
daring seperti kebanyakan orang. Saya manfaatkan untuk memantau kehidupan
anak-anak saya. Mereka kini telah tumbuh dewasa, bahkan satu dari mereka telah
menikah dan memiliki keluarga sendiri. Di hati saya, mereka tetaplah anak-anak
yang harus terus saya jaga, dalam doa, perhatian, dan nasihat.
Saya membuka story media sosial
mereka satu per satu. Kadang hanya foto makanan, pemandangan, atau kegiatan
sehari-hari. Bagi saya, itu sudah lebih dari cukup. Saya bisa tahu keadaan
mereka, bahkan sekilas bisa menangkap suasana hati mereka. Ada satu dua
unggahan yang membuat saya tersenyum, ada pula yang membuat saya mengernyit,
merasa perlu mengingatkan. Menjadi orang tua, saya yakin tidak pernah selesai
tugasnya meski usia anak sudah tak lagi muda. Justru saat itulah, mereka perlu
tetap diingatkan dengan cara yang halus dan penuh kasih agar tetap berada di
jalan yang benar dengan ridho Allah.
Di antara story-story itu,
perhatian saya tertuju pada unggahan anak pertama saya. Ia membagikan potongan percakapan
dengan anak lelakinya yaitu cucu
laki-laki saya. Dia sedang asyik
berbincang setelah pulang sekolah TK. Di percakapan itu,diantaranya adalah:
“Malaikat itu dibuat Allah dari Cahaya.
Setan dibuat Allah dari api ya kan, mii?”tanya Hamzah
“Kalau kita manusia, dari tanah.”ucap
uminya singkat.
“ohh ..makanya kita coklat
warnanya ya mii?”tanya Hamzah
“Iyaaa,”tanpa sadar uminya
langsung tertawa
“Abah Hamzah kulitnya putih, terbuat dari
tanah apa mii?”lanjut Hamzah
Pertanyaan yang terdengar
sederhana, tapi bagi saya begitu istimewa. Itu menandakan bahwa alur pikir cucu
saya mulai berkembang. Ia mulai bertanya tentang penciptaan, tentang asal mula
makhluk ciptaan Allah. Di usia yang masih kecil, ia sudah belajar memahami
hal-hal yang mendasar dalam agama. Hati saya bergetar.
Cucu saya seolah mencoba
menyimpan informasi itu dalam ingatannya. Lalu dengan polos ia bertanya, “Kalau
tanahnya warna coklat, berarti manusia warnanya coklat juga ya, Mi?”
Saya tertawa kecil Betapa
murninya pikiran anak kecil. Tapi juga betapa dalamnya logika mereka bekerja.
Saya lalu membalas story itu
dengan emoji senyum dan tulisan: "Masya Allah... pintar dan kritis ya.
Terus dampingi anak-anak dengan kasih sayang ya."
Tak lama, anak saya membalas,
“Iya Bu. Kadang saya sendiri terkejut dengan pertanyaan-pertanyaannya. Tapi
saya senang karena itu berarti dia memperhatikan pelajaran di sekolah.”
Saya lalu merenung. Pendidikan di
usia dini sangat penting. Dan yang lebih penting lagi adalah dukungan dari
orang tua, bahkan dari nenek dan kakeknya. Saya bersyukur, lingkungan tempat
cucu saya belajar membantunya mengenal Allah dengan pendekatan yang ringan
namun membekas.
Kejadian itu membuat saya semakin
yakin bahwa keluarga tetap harus menjadi tempat pertama dan utama untuk
pendidikan akhlak dan iman. Di sekolah mereka belajar dasar, tapi di rumah yaitu
di pangkuan orang tua dan dalam percakapan sehari-hari dengan nilai-nilai itu
harus terus dikokohkan.
Saya membuka foto cucu saya
ketika baru lahir. Sekarang dia sudah pandai bertanya, sudah punya rasa ingin
tahu yang tinggi. Rasanya seperti baru kemarin saya menggendongnya, mencium
keningnya, dan kini ia sudah menjadi anak TK yang pandai bertanya soal malaikat
dan manusia. Betapa waktu begitu cepat berlalu.
Saya sadar, bahwa saya tak bisa
selamanya mendampingi mereka secara fisik. Tapi saya bisa terus hadir dalam
doa, perhatian, dan sesekali teguran halus saat diperlukan. Saya tidak ingin
menjadi ibu atau nenek yang mengganggu, tapi saya juga tidak ingin abai.
Anak dan cucu adalah amanah.
Meski mereka sudah menjadi orang tua, tetap akan ada celah di mana mereka butuh
arahan, nasihat, atau sekadar telinga yang mendengar. Maka, saat saya bisa,
saya akan terus memantau mereka dengan cara yang bijak dan penuh cinta. Saya
kembali menyadari bahwa menjadi orang tua
dan nenek adalah tugas sepanjang
hayat, sepanjang cinta yang tak pernah habis mengalir.
Cepu, 7 Mei 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar