Senin, 21 April 2025

Tawa di Saat Menikmati Hidangan


Karya : Gutamining Saida 

Setelah seluruh rangkaian acara peringatan Hari Kartini di SMPN 3 Cepu berjalan sukses yaitu dari upacara bendera, berjalan diatas karpet merah para guru dan karyawan, penampilan lima ibu guru yang membanggakan sekolah lewat lagu yang dilombakan di Dharma wanita dalam rangka hari Kartini, hingga lomba fashion show antar kelas yang penuh warna. Tibalah waktu yang paling ditunggu oleh banyak orang yaitu makan siang bersama.

Bapak dan ibu guru tampak begitu menikmati. Duduk berdampingan, mereka berbincang ringan sambil menikmati makan siang. Suara sendok dan garpu beradu dengan wadah makan berbahan mika menjadi latar suara yang khas tenang, damai, dan menggambarkan kebersamaan yang hangat.

Sesekali terdengar tawa kecil ketika ada yang saling menggoda soal gaya berjalan di karpet merah, atau kekocakan salah satu peserta fashion show dari siswa yang tampil dengan gaya super percaya diri walau mengenakan baju kebaya yang terlihat kebesaran.

Di tengah suasana makan yang begitu fokus, muncul satu kejadian kecil yang kemudian mengubah seluruh suasana menjadi jauh lebih hidup dan penuh gelak tawa. Bu Wiwik, salah satu guru senior yang dikenal dengan celetukannya yang khas, tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. Tanpa berkata-kata, beliau melangkah pelan ke arah meja depan, tepat di mana  kardus berisi teh gelas diletakkan.

Semula tak banyak yang memperhatikan. Semua masih sibuk menyendok nasi atau mencomot katshu.  Tapi ketika Bu Wiwik terlihat sedikit membungkuk, lalu melongok ke dalam salah satu kardus, beberapa pasang mata mulai melirik.

Tangan Bu Wiwik bergerak pelan. Ia mengambil satu teh gelas yang tersisa di pojok kardus. Di dalam kardus itu tampak ada beberapa sedotan tergeletak. Ia pandangi kardus itu sejenak, kemudian menoleh ke belakang.

Dengan gaya teatrikal, Bu Wiwik berdiri tegak dan mengangkat teh gelas itu tinggi-tinggi. Lalu dengan suara lantang dan penuh penjiwaan, ia berkata

“Siapa yang belum sedotan?” ucap bu Wiwik

Seketika, semua orang mendongak. Satu detik hening. Lalu meledaklah tawa. “Geeeeerrrr!”

Ruangan yang semula hanya dipenuhi suara sendok dan garpu, kini berganti dengan derai tawa bapak ibu guru. Bahkan beberapa ada yang sampai menepuk meja sambil tertawa terpingkal-pingkal. Pak Budi sampai melepas kacamatanya dan mengelap mata karena tertawa begitu lepas. Bu Warti yang sedang mengunyah buru-buru menahan tawa agar tidak tersedak. Suasana makan siang seketika menjadi ajang hiburan yang spontan dan tak terlupakan.

"Bu Wiwik ini lho... selalu aja ada idenya!" celetuk Bu Indri sambil tertawa.

Bu Wiwik sendiri hanya tersenyum sambil berjalan dan duduk kembali, dengan gaya kalem seolah-olah tidak merasa baru saja menciptakan gelombang tawa massal. Sedotan-sedotan di kardus itu akhirnya dibagikan secara sukarela. 

Momen kecil itu menjadi penanda bahwa kebersamaan tidak harus selalu formal atau penuh aturan. Dalam suasana santai, sepotong humor yang tulus dan hangat bisa menjadi perekat yang jauh lebih kuat di antara rekan kerja. Apalagi di tengah padatnya aktivitas dan tuntutan sebagai pendidik, momen seperti ini menjadi vitamin batin yang langka namun amat dibutuhkan. Makan siang hari itu pun terasa lebih nikmat bukan hanya karena lauknya lezat, tapi juga karena ada bumbu tawa dan kehangatan yang menambah cita rasa.
Cepu, 21 April 2025 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar