Karya : Gutamining Saida
Rabu pagi tanggal 16 April 2025 suasana di ruang guru begitu tenang. Hanya ada empat guru duduk saling berjauhan. Ketua panitia dan guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Tidak seperti biasanya yang penuh dengan lalu lalang guru atau suara diskusi ringan antar kolega. Hari ini adalah hari keempat pelaksanaan PSAJ (Penilaian Sumatif Akhir Jenjang). Saya tidak bertugas mengawasi ujian pada jam pertama. Waktu luang ini terasa lapang, seperti hadiah kecil dari rutinitas yang biasanya padat.
Saya membuka laptop dan mencoba menyelesaikan beberapa pekerjaan. Sesekali menata dokumen, mengecek agenda, lalu mengetik rencana pembelajaran untuk minggu depan. Namun, meskipun banyak hal bisa dikerjakan, ada satu rasa yang sulit diabaikan yaitu rasa sepi yang mendadak menyergap. Mungkin karena tidak ada interaksi dengan siswa, atau mungkin karena waktu ini memberi ruang bagi kenangan untuk mengetuk kembali.
Saya pun membuka ponsel dan mulai menyelusuri status whatsApp dari teman-teman guru, terutama dari sekolah SMPN 1 Kedungtuban . Di antara banyak status yang saya lewati, pandangan saya tertumbuk pada satu story yang begitu menyita perhatian. Story itu dari seorang teman bernama bu Richa yang juga sedang melaksanakan pengawasan PSAJ. Namun yang membuat saya terdiam sejenak bukan soal ujian atau ruangan kelasnya, melainkan siapa pesertanya yaitu kelas 9D.
Kelas yang selama beberapa waktu menjadi bagian dari keseharian saya. Wajah-wajah yang dulu begitu akrab, kini hanya bisa saya pandangi dari balik layar. Story itu memperlihatkan momen-momen sederhana yaitu siswa-siswi tengah serius mengisi lembar jawaban, ada yang tampak mengerutkan dahi, ada yang sesekali melirik ke arah jendela, mungkin mencari ide atau sekadar melepas tegang.
Saya menatap layar lebih lama dari biasanya. Satu per satu saya coba kenali wajah-wajah mereka. “Itu Ratna, yang selalu semangat kalau diajak diskusi.” “Itu Wiwin yang banyak bicara.” “Itu Rendi, yang sering telat masuk kelas karena bangun kesiangan.” Setiap wajah membawa memori. Setiap nama membawa cerita. Tak terasa, hati ini seperti dipeluk oleh kenangan yang hangat namun menggigit rindu.
Sudah lebih dari tiga bulan saya meninggalkan mereka. Banyak hal yang membuat jarak itu ada yaitu tugas, waktu, dan perpindahan peran. Tapi di dalam hati, mereka masih seperti kemarin yaitu duduk di bangku masing-masing, bersenda gurau sebelum pelajaran dimulai, mengeluh saat diberi tugas, dan bersorak kecil jika saya membawakan game edukatif atau cerita lucu.
Rasa rindu ini begitu kuat, seperti embun yang menggantung terlalu lama di ujung daun. Dan melihat mereka lewat story itu, meski sekilas, seakan menjadi pengobat rindu yang tak terduga. Saya pun tersenyum sendiri, membayangkan bagaimana reaksi mereka saat tahu bahwa saya masih memperhatikan mereka diam-diam. Bahwa mereka tidak benar-benar saya tinggalkan, meskipun secara fisik sudah tak lagi hadir di kelas mereka.
Saya menunduk sejenak dan berdoa dalam hati. Semoga ujian hari ini dimudahkan untuk mereka semua. Semoga setiap soal yang mereka hadapi menjadi tangga menuju keberhasilan. Saya percaya pada potensi mereka. Saya percaya bahwa setiap anak punya jalan untuk bersinar, asalkan diberi ruang dan keyakinan.
Rindu ini bukan sekadar ingin bertemu, tetapi juga keinginan untuk kembali menjadi bagian dari perjalanan mereka. Namun saya sadar, pertemuan tak selalu bisa dimiliki. Kadang, cukup dengan mengingat dan mendoakan, kita sudah menjalani peran yang paling penting yaitu menjadi guru yang tak pernah benar-benar pergi dari hati murid-muridnya.
Hari ini saya belajar bahwa waktu luang bisa jadi ruang untuk merenung. Dan dari story singkat itu, saya menemukan bahwa cinta seorang guru tak lekang oleh jarak dan waktu. Wajah-wajah itu, kelas 9D, telah menjadi bagian dari perjalanan saya sebagai pendidik dan akan selalu begitu.
Teriring doa saya untuk kalian, anak-anak hebat yang pernah saya bimbing. Teruslah belajar, teruslah tumbuh. Kelak, jika takdir mempertemukan kita kembali, saya ingin melihat kalian telah menjadi versi terbaik dari diri kalian sendiri. Dan sampai saatnya tiba, biarlah kenangan dan doa ini yang menjembatani rindu kita.
Cepu, 16 April 2025
kangenn Buu saidaa🥺
BalasHapusbu☹️
BalasHapusjadi kangen bu saida😓
BalasHapuskangen di ajar bu saida lagi
BalasHapusMakasih semoga kalian tambah sukses, kalau ingin saya ajar pindah ke esmega
BalasHapus