Ada yang unik dari persaudaraan
kami ini. Sesuatu yang tak direncanakan sering kali terjadi begitu saja.
Seperti kebetulan yang terlalu sering muncul hingga tak lagi terasa sebagai
kebetulan. Kami berdua yaitu saya dan mbak Rini (sapaan yang saya berikan
untuknya). Walau dia teman guru namun dulu beliau murid saya. Sewaktu dia
sekolah di SMA. Jadi saya lebih enak menyapa dengan mbak. Dia memiliki tanggal
dan bulan lahir yang sama, hanya berbeda tahun. Bukan hanya itu, kami juga
sering mengenakan pakaian dengan warna atau motif yang sama, tanpa pernah
berjanji sebelumnya.
Hari Kamis, kami bertemu dalam
sebuah acara bimtek. Biasanya tanpa sadar, ada saja hal yang kami kenakan
secara serupa, entah itu jilbab, baju, atau bahkan aksesori kecil seperti bros.
Namun kali ini, ada perbedaan yang mencolok. Jilbab yang saya kenakan berwarna
biru polos, sedangkan dia memakai jilbab oren polos. Sekilas, tak ada kesamaan
di antara kami hari ini.
Saya sempat berpikir, mungkin
kali ini tidak ada hal yang "serasi" di antara kami. Tapi entah
mengapa, naluri saya mengatakan pasti ada sesuatu yang tetap menyatukan kami.
Saya pun mencoba mengingat barang-barang yang saya bawa hari itu. Saat dari
tempat parker menuju Gedung saya berbincang dengannya. Ingatan saya tertuju
pada rukuh yang saya bawa di dalam tas, saya tersenyum kecil.
"Eh, tahu nggak, hari ini saya
bawa rukuh pemberian njenengan," kata saya, mencoba mencari kesamaan kecil
di antara kami.
Mbak Rini menoleh dan tersenyum.
Lalu, dengan nada yang tak kalah ceria, dia menjawab, "Hahaha, Saya juga
bawa rukuh warna hijau dari ibu."
Kami saling menatap sejenak, lalu
tertawa. Lagi-lagi ada kesamaan, meskipun kali ini bukan dalam bentuk pakaian
yang kami kenakan, tetapi sesuatu yang lebih dalam yaitu benda yang kami bawa,
yang punya makna bagi kami masing-masing.
Kami pernah satu tempat instansi
yang sama sebagai guru di SMPN 1
Kedungtuban. Awalnya, saya sebagai gurunya sewaktu sekolah. Saat sama-sama jadi
guru baru sadar bahwa kami lahir di tanggal dan bulan yang sama. Itu menjadi
titik awal keakraban kami.
Seiring waktu, persaudaraan kami
semakin erat. Yang menarik, kami sering kali mengenakan pakaian yang senada
tanpa pernah merencanakannya. Saat ada acara sekolah, tiba-tiba saja kami
sama-sama memakai jilbab warna senada. Sering juga ketika memiliki ide,
pemikiran terhadap suatu permasalahan. Kejadian-kejadian ini sering kali
membuat kami tertawa dan merasa seperti ibu dan anak yang terpisah tahun
lahirnya.
Ada satu momen yang masih
membekas dalam ingatan saya. Suatu ketika, kami di hari Jum’at sehatdi sekolah
dengan seragam olah raga bebas. Kami datang dari rumah masing-masing, tanpa
berdiskusi soal pakaian yang akan dikenakan. Tapi begitu bertemu di lokasi,
kami sama-sama terkejut.
"Ya Allah, kok kaos olah raga kita sama?" komentarku spontan.
Dia pun menatap seragam olah raga
dan tertawa. "Iya, ya! Ini benar-benar nggak direncanakan!"
Kami berdua sama-sama mengenakan kaos
berwarna merah. Jilbab yang kami kenakan pun memiliki warna yang hampir serupa,
hanya beda sedikit dalam warna agak terang dan gelap. Sejak saat itu, kami tak
lagi merasa heran jika tanpa sengaja memakai sesuatu yang serasi. Entah itu
warna, motif, atau bahkan ide. Kami pun mulai menganggapnya sebagai sesuatu
yang wajar, bagian dari ikatan batin yang kuat.
Namun, bukan hanya dalam hal
pakaian dan benda-benda kecil, kesamaan kami juga terasa dalam cara berpikir
dan melihat kehidupan. Kami sama-sama lebih suka ketenangan dibanding
keramaian. Jika menghadiri acara yang penuh sesak, biasanya kami akan mencari sudut
yang tenang untuk berbincang berdua.
Kami juga sering merasakan hal
yang sama dalam satu situasi. Pernah suatu kali, dalam sebuah pertemuan, kami
mendengar seseorang berbicara dengan cara yang menurut kami berlebihan. Tanpa
perlu berkata-kata, kami saling menoleh dan tersenyum kecil, seakan mengerti
isi pikiran masing-masing. Setelah acara selesai, kami pun tertawa bersama
karena tahu bahwa kami berpikir hal yang sama saat itu.
Selain itu dalam berbagai fase
kehidupan, kami selalu mendukung satu sama lain. Ketika saya mengalami
kesulitan, dia selalu hadir dengan nasihat yang menenangkan. Begitu pula
sebaliknya, ketika dia menghadapi masalah, saya selalu berusaha menjadi
tempatnya bersandar.
Meskipun kami memakai jilbab
dengan warna yang berbeda, tetap ada sesuatu yang menyatukan kami yaitu rukuh
yang kami bawa. Hal kecil ini kembali mengingatkan saya bahwa ikatan batin kami
bukan sekadar tentang kebetulan dalam berpakaian, tetapi lebih dari itu.
Kesamaan-kesamaan ini mungkin
bukan hal besar bagi orang lain. Bagi kami, ini adalah simbol dari ikatan yang
sudah terjalin lama. Bahwa tanpa perlu berjanji, tanpa perlu menyusun rencana
ada sesuatu yang selalu membuat kami berada di gelombang yang sama.
Persaudaraan kami bukan hanya
tentang pakaian yang sering serasi, tetapi tentang hati yang selalu seirama.
Ada pemahaman tanpa perlu banyak kata, ada kebersamaan tanpa perlu banyak
alasan. Saya menyadari satu hal yaitu persaudaraan sejati adalah dia yang,
tanpa perlu berkata atau berjanji, selalu ada dalam ritme yang sama dengan
kita. Saudara sak lawase ya mbak. Aamiin
Cepu, 22 Maret 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar