Karya : Gutamining Saida
Rabu sore, 24 Desember 2025, matahari mulai condong ke barat. Cahayanya turun perlahan, lembut, seakan menjadi tirai rahmat yang menaungi bumi. Di sore yang tenang itu, saya mengajak cucu pertama saya, Zaskia yang oleh adik-adiknya dan seluruh keluarga disapa kakak untuk melakukan kegiatan sederhana namun sarat pembelajaran: menghias kertas bergambar buah jeruk.
Biasanya, kegiatan seperti ini cukup dengan mewarnai menggunakan pensil warna. Dia akan memilih warna cerah, lalu selesai. Sore itu saya ingin memberi pengalaman yang berbeda. Saya ingin Zaskia tidak hanya berkarya, tetapi juga belajar mengenal ciptaan Allah Subhanahu Wata'alla melalui hal-hal kecil yang sering dijumpai di dapur rumah.
Saya meminta dia memilih gambar terlebih dahulu. Lembar kertas bergambar buah jeruk saya letakkan di hadapannya. Dia memperhatikan satu per satu dengan saksama. Hingga akhirnya ia menunjuk gambar jeruk yang tampak lebih detail di dalamnya terlihat bagian-bagian kecil menyerupai sel.
“Yang ini saja, Timmi ,” ucapnya yakin.
Saya tersenyum dan bersyukur. Allah telah menanamkan keberanian memilih dan ketertarikan pada hal yang tidak mudah. Seperti hidup, Allah Subhanahu Wata'alla tidak selalu memberi jalan yang sederhana, tetapi selalu ada hikmah di balik setiap detail yang Ia ciptakan.
Sebelum memulai, saya mengajak membaca basmalah. Suaranya lirih, namun penuh ketulusan. Saya yakin, Allah Maha Mendengar, bahkan doa yang terucap dari lisan kecil seorang anak.
Hari itu, buah jeruk tidak dihias dengan krayon atau cat air. Saya menyiapkan biji-bijian ketumbar. Saya perlihatkan padanya sambil menjelaskan pelan-pelan. Ketumbar adalah salah satu bumbu dapur yang biasa dipakai untuk memasak. Ia termasuk golongan rempah-rempah kering, ciptaan Allah Subhanahu Wata'alla yang memberi rasa, aroma, dan manfaat bagi kesehatan.
“Kecil ya, Timmi,” kata kakak sambil memegang biji ketumbar di telapak tangannya.
“Iya, Kak. Walaupun kecil, ketumbar punya banyak manfaat. Bisa membuat masakan lebih sedap, bisa menghangatkan tubuh, dan menyehatkan,” jawab saya.
Dia pun mulai menempelkan biji ketumbar satu per satu pada gambar jeruknya. Tangannya bergerak pelan. Tidak tergesa-gesa. Dia belajar bahwa untuk menyelesaikan sesuatu yang detail dibutuhkan kesabaran. Seperti hidup, tidak bisa dikerjakan dengan terburu-buru.
Saya memperhatikan sambil merenung. Allah menciptakan rempah-rempah dengan ukuran kecil, bentuk sederhana, namun manfaatnya besar. Begitu pula manusia. Tidak perlu menjadi besar di mata manusia untuk menjadi bermanfaat. Cukup menjadi pribadi yang memberi kebaikan di sekelilingnya.
Sore itu terasa hening dan damai. Angin semilir seakan ikut menjadi saksi. Gambar jeruk perlahan berubah, bukan hanya menjadi karya seni, tetapi juga media belajar. Kakak mengenal jenis rempah, mengenal fungsi bumbu dapur, dan tanpa sadar sedang diajak mengenal kebesaran Allah melalui ciptaan-Nya.
Dalam hati saya berdoa,
“Ya Allah, naungilah cucuku Zaskia dengan rahmat-Mu. Jadikan dia anak yang peka, mau belajar, dan mampu melihat hikmah dari hal-hal kecil. Tumbuhkan dalam dirinya rasa syukur atas setiap nikmat yang Engkau ciptakan.”
Ketika kakak memandang hasil karyanya dengan senyum puas, saya kembali bersyukur.
Sore itu bukan sekadar menghias gambar buah jeruk. Sore itu adalah tentang menanam pengetahuan, kesabaran, dan rasa takzim pada ciptaan Allah.
Di bawah langit yang mulai meredup, saya yakin satu hal yaitu selama setiap aktivitas disertai niat baik dan menyebut nama-Nya, maka kegiatan sekecil apa pun akan selalu berada dalam naungan kasih sayang Allah Subhanahu Wata'alla.
Cepu, 24 Desember 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar