Karya : Gutamining Saida
Allah berfirman dalam Al-Quran yaitu:
“Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
(QS. Ali Imran: 185)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan, yaitu kematian.”
(HR. Tirmidzi, An-Nasa’i)
Pukul 06.30 WIB, saya sudah bersiap berangkat. Bukan untuk melaksanakan kewajiban rutin ke sekolah, bukan pula untuk menghadiri sebuah pertemuan. Langkah pagi itu diarahkan pada satu tujuan yang lebih dalam yaitu ziarah kubur.
Perjalanan menuju kubur terasa berbeda dengan perjalanan lain. Jalanan yang biasanya ramai oleh hiruk pikuk kehidupan, pagi itu seperti mengantarkan saya pada sebuah renungan. Setiap deru kendaraan yang lewat seolah mengingatkan bahwa manusia selalu sibuk dengan urusan dunia, sementara pada akhirnya, semua akan berakhir pada satu tempat yang sama: liang lahat.
Sesampainya di area pemakaman, pandangan saya menyapu deretan nisan. Ada yang baru, ada yang sudah usang dimakan waktu. Rumput hijau tumbuh tak beraturan, sebagian dipangkas rapi oleh tangan keluarga yang masih peduli. Semakin hari, jumlah kubur bertambah. Setiap liang yang digali adalah tanda bahwa ada jiwa yang kembali kepada Sang Pencipta.
Rumah masa depan kita tidaklah mewah. Tidak ada perabotan, tidak ada hiasan dinding, tidak ada cahaya lampu. Hanya ukuran sederhana, satu kali dua meter, dan itu cukup untuk menampung jasad yang dulunya berlari, tertawa, bekerja, dan bercita-cita. Betapa singkat dan kecil perbandingan dunia yang luas dengan rumah keabadian itu.
Ziarah kubur memiliki banyak tujuan mulia. Pertama, untuk mengingat kematian. Saat berdiri di hadapan nisan, kita seperti diingatkan bahwa nama kita pun suatu saat akan terukir di batu sederhana itu. Kedua, untuk mendoakan ahli kubur. Mereka telah tiada, tidak lagi mampu menambah amal saleh, dan doa dari yang masih hidup menjadi penolong. Ketiga, untuk melembutkan hati. Sering kali dunia membuat kita keras, angkuh, dan lupa, tetapi mengingat kematian membuat hati kembali lembut, sadar bahwa semua ini hanya sementara.
Saya duduk di dekat pusara orang tua dan kerabat. Bibir perlahan melantunkan doa, “Allahumma ighfir lahum, warhamhum, wa’afihim, wa’fu ‘anhum.” Semoga Allah mengampuni mereka, merahmati mereka, melapangkan kuburnya, dan memaafkan dosa-dosanya. Hati saya terasa teduh, meski ada perasaan haru yang sulit diungkapkan.
Bagaimana kehidupan di alam kubur? Itu adalah rahasia Allah. Tidak ada seorang pun yang tahu secara pasti. Namun Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa di alam kubur akan datang pertanyaan dari malaikat Munkar dan Nakir: “Man rabbuka? Siapa Tuhanmu? Ma dinuka? Apa agamamu? Wa man nabiyyuka? Siapa nabimu?” Jawaban yang benar hanya bisa keluar dari lisan orang yang hatinya istiqamah di dunia.
Alam kubur adalah taman dari taman-taman surga bagi orang yang beriman, atau sebaliknya, jurang dari jurang neraka bagi orang yang berpaling dari Allah Subhanahu Wata'alla. Betapa halus perbedaan itu, bergantung pada amal yang kita bawa.
Saya termenung, mengingat betapa sering manusia terlena oleh gemerlap dunia. Padahal semua itu tidak bisa dibawa ke liang lahat. Harta hanya tinggal nama, jabatan hilang begitu saja, dan keluarga pun hanya bisa mengantar sampai tepi pusara. Setelah itu, tinggal amal saleh yang menemani.
Udara pagi di sekitar makam begitu tenang. Suara burung bersahutan seakan ikut bertasbih. Di sela doa, hati saya mengucap syukur karena masih diberi kesempatan hidup. Setiap napas adalah peluang memperbanyak amal, memperbaiki diri, dan mempersiapkan bekal menuju kehidupan abadi.
Ziarah kubur bukan sekadar ritual, melainkan sarana menundukkan hati, mengingatkan diri, dan mendekatkan kita pada Sang Pencipta. Ia adalah cermin yang menampilkan siapa kita sebenarnya yaitu makhluk yang lemah, fana, dan hanya menunggu giliran dipanggil.
Saya pulang dengan hati yang lebih tenang. Meski sesak memikirkan dunia, ada senyum kecil yang lahir karena sadar bahwa pada akhirnya, semua akan kembali pada Allah Subhanahu Wata'alla. Tugas kita hanyalah menyiapkan bekal terbaik.
Kudus, 7 September 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar