Karya: Gutamining Saida
Dalam perjalanan hidup, manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesama. Kita berusaha berbuat baik, menolong, memberi perhatian, dan menjaga hubungan agar tetap harmonis. Sering kali kita menemui kenyataan pahit bahwa manusia bisa melupakan seribu kebaikan kita hanya karena satu kesalahan kecil. Sebuah kebaikan yang kita bangun bertahun-tahun bisa sirna dalam sekejap hanya karena satu ucapan yang menyinggung, satu kelalaian yang tidak disengaja, atau satu tindakan yang tidak sesuai dengan harapan mereka.
Inilah sifat manusia. Pandangan manusia sering kali terbatas, mudah menilai, bahkan cepat lupa terhadap kebaikan yang pernah diterimanya. Allah. sudah menggambarkan hal ini dalam firman-Nya:
“Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa kesusahan, niscaya ia berdoa dengan doa yang panjang.”
(QS. Fussilat: 51)
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia sering kali mudah lupa ketika berada dalam keadaan lapang, tetapi segera ingat saat kesusahan menimpa. Wajar jika dalam hubungan antar manusia, kebaikan yang banyak bisa terhapus hanya karena satu kesalahan.
Berbeda dengan Allah Swt., Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah menilai manusia dengan penuh kasih sayang. Satu kebaikan di sisi Allah bisa menghapuskan banyak kesalahan. Allah menjanjikan pahala berlipat ganda untuk satu amal baik, sedangkan kesalahan hanya akan dibalas sepadan dengannya. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
(QS. Al-An’am: 160)
Dari ayat ini kita belajar bahwa Allah tidak sama dengan manusia. Allah tidak menilai dengan hawa nafsu, dendam, atau ingatan yang singkat. Allah Maha Pemaaf, bahkan Dia bisa mengampuni ribuan kesalahan hanya dengan satu kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas.
Kisah Kehidupan Sehari-hari
Seorang guru di sebuah sekolah mungkin pernah mengalaminya. Bertahun-tahun ia mendidik dengan penuh kesabaran, membimbing murid-muridnya agar sukses. Namun, suatu hari karena kelelahan, ia mungkin berbicara dengan nada tinggi atau menegur dengan keras. Sebagian murid bisa saja langsung menilai buruk: “Guru itu galak, guru itu tidak adil.” Semua kebaikan yang telah dilakukan seolah menghilang karena satu momen emosi.
Demikian pula dalam lingkup keluarga. Seorang ibu yang sepanjang waktu berkorban untuk anak-anaknya memasak, membersihkan rumah, mencuci, bahkan menahan lelah kadang hanya karena satu kali lupa menyiapkan sesuatu, langsung dianggap lalai. Anak atau suami bisa saja mengeluh, “Ibu tidak perhatian.” Padahal kebaikan ibu tidak terhitung banyaknya.
Kisah ini nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini kita bisa belajar bahwa berharap pengakuan atau balasan dari manusia hanya akan mendatangkan kecewa. Harapan kepada manusia adalah patah hati yang disengaja. Sebab manusia memang lemah, terbatas, dan mudah lupa.
Harapan Sejati Hanya kepada Allah
Allah Swt. menegaskan dalam firman-Nya:
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu berharap, jika kamu benar-benar beriman.”
(QS. Yunus: 84)
Ayat ini memberikan petunjuk jelas bahwa harapan sejati hanyalah kepada Allah. Jika kita menggantungkan hati pada manusia, maka yang kita terima adalah luka, kecewa, dan rasa tidak dihargai. Namun jika kita melakukan segala sesuatu karena Allah, maka hasil akhirnya akan selalu indah. Bisa jadi manusia tidak melihat kebaikan kita, tapi Allah melihat. Bisa jadi manusia melupakan jasa kita, tetapi Allah tidak pernah lupa.
Kisah Nyata Inspiratif
Ada sebuah kisah yang sering diceritakan dalam majelis: seorang lelaki di masa Rasulullah dikenal sebagai ahli maksiat. Ia melakukan banyak dosa, sampai masyarakat menjauhi dan mencap buruk dirinya. Namun pada suatu saat, ia benar-benar bertaubat dan melakukan satu amal kebaikan dengan ikhlas: memberi minum seekor anjing yang kehausan. Rasulullah saw. bersabda bahwa Allah mengampuni dosa-dosanya karena amal kecil itu dilakukan dengan hati yang ikhlas.
Kisah ini menunjukkan bahwa Allah tidak sama dengan manusia. Manusia bisa melupakan banyak kebaikan karena satu kesalahan, tetapi Allah bisa menghapuskan banyak kesalahan hanya dengan satu kebaikan yang tulus.
Hikmah
1. Jangan terlalu berharap kepada manusia. Karena sifat manusia adalah mudah lupa, tidak konsisten, dan cepat menilai buruk.
2. Luruskan niat dalam berbuat. Segala sesuatu yang kita lakukan hendaknya diniatkan karena Allah, bukan mencari pujian atau pengakuan manusia.
3. Percayalah pada janji Allah. Satu kebaikan akan dibalas berlipat ganda, dan pintu ampunan selalu terbuka bagi siapa yang mau kembali kepada-Nya.
4. Ambil pelajaran dari pengalaman hidup. Ketika kita merasa tidak dihargai manusia, jadikan itu pengingat untuk tidak terlalu bergantung kepada makhluk.
Jangan biarkan hati patah hanya karena penilaian manusia. Ingatlah bahwa Allah Maha Adil, Maha Melihat, dan Maha Menghargai setiap amal, sekecil apa pun.
Oleh karena itu, lakukanlah segala sesuatu karena Allah. Biarkan Allah yang menilai, biarkan Allah yang memberi balasan, dan biarkan Allah yang menenangkan hati kita. Dengan begitu, kita tidak akan mudah kecewa, karena harapan kita tertuju pada Zat yang tidak pernah mengecewakan hamba-Nya.
Cepu, 9 September 2025

Tidak ada komentar:
Posting Komentar