Jumat, 22 Agustus 2025

Coopelan Bertiga


Karya: Gutamining Saida

Hari Jumat, suasana kelas 7F terasa berbeda. Dari pengeras suara terdengar pengumuman yang sudah sangat akrab di telinga, “Siswa-siswi dipersilakan mengambil jatah MBG.” Setiap kali pengumuman itu terdengar, para siswa sudah tahu bahwa kegiatan makan rutin yang mereka nantikan akan segera dimulai. Beberapa petugas dari tiap kelas menuju ke ruang Sasana Krida mengambil jatah MBG.

Di kelas 7F, para siswa tampak mulai sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang langsung berdiri mengambil tempat duduk yang menurut mereka paling nyaman, dan ada pula yang malah sibuk berlarian keluar kelas dengan alasan meminta izin. Beberapa anak datang kepada saya sambil berkata, “Bu, saya izin membeli sendok,” atau, “Bu, saya izin membeli minum.”

Hal semacam ini sudah menjadi pemandangan yang biasa. Entah mengapa, meskipun jam istirahat sudah tersedia untuk mempersiapkan segala sesuatu, tetap saja ada beberapa siswa yang kurang siap. Mereka baru tersadar ketika kegiatan MBG hendak dimulai. Seandainya mereka sudah menyiapkan semua peralatan saat istirahat, tentu kegiatan bisa berjalan lebih lancar.

Dari sekian banyak siswa yang masih sering terburu-buru, hari itu perhatian saya tertuju pada tiga siswi yang berbeda dari biasanya. Mereka adalah Naila, Callista, dan Rena. Ketiganya tampak duduk di bangku mereka dengan rapi, senyum menghiasi wajah, dan yang lebih mengejutkan yaitu mereka sudah menyiapkan sendok makan masing-masing. Bukan sembarang sendok, tetapi sendok yang sama persis modelnya.

“Eh, lihat dong, Bu, sendok kami!” ujar salah satu dari mereka sambil mengangkat sendok ke udara.

Saya mendekat, penasaran dengan apa yang mereka maksud. Ternyata benar, sendok yang mereka bawa memang seragam. Dua sendok pegangannya berwarna pink ada gambar lucu yang satu berwarna biru dengan bahan dari melamin. Mereka kemudian tertawa kecil, saling menunjukkan sendok itu seolah-olah sedang memamerkan barang berharga.

“Kami sengaja, Bu,” kata Rena sambil tersenyum lebar. “Iya, Bu, ini namanya COOPELAN bertiga. Kami janji bawa sendok yang sama biar kompak,” tambah Callista dengan mata berbinar. Naila ikut mengangguk mantap, wajahnya penuh kebanggaan karena berhasil menepati janji kecil bersama teman-temannya.

Mendengar cerita itu, hati saya terasa hangat. Di tengah hiruk pikuk anak-anak yang masih berlarian membeli minum atau membeli sendok ke kantin, ternyata ada sekelompok kecil siswa yang justru menunjukkan kekompakan dan persiapan matang. Sungguh kontras sekali.

Saya pun spontan meminta mereka mengulurkan sendok yang dibawa. Mereka bertiga serentak mengangkat sendok ke depan, membentuk semacam simbol persahabatan yang sederhana namun bermakna. Tanpa berpikir panjang, saya mengambil ponsel dan memotret momen itu. Ketiganya tampak ceria, wajah mereka bersinar penuh kegembiraan.

“Wah, keren sekali kalian! Kompak banget,” puji saya.

Tawa pun pecah. Beberapa teman sekelas yang lain ikut menoleh ke arah mereka, sebagian berkomentar iri, “Asik banget, mereka bawa sendok samaan.” Ada juga yang menimpali, “Besok aku juga mau ikut COOPELAN!”

Suasana kelas yang tadinya agak gaduh berubah menjadi lebih hangat. Semua tampak menikmati suasana kebersamaan MBG, bukan hanya sekadar makan bersama, tetapi juga berbagi cerita kecil yang membuat pengalaman itu semakin bermakna.

Di balik keriangan, saya berpikir bahwa kegiatan MBG ternyata tidak sekadar memenuhi kebutuhan gizi siswa. Lebih dari itu, kegiatan ini mampu menjadi ruang kebersamaan yang unik. Ada cerita lucu, ada persahabatan yang semakin erat, bahkan ada kreativitas kecil seperti yang dilakukan Naila, Callista, dan Rena.

Momen sederhana seperti membawa sendok dengan model yang sama, jika dilihat sepintas memang sepele. Namun, dari situlah nilai-nilai kebersamaan tumbuh. Ketiganya menunjukkan bahwa persahabatan bisa diwujudkan lewat hal kecil yaitu sendok yang seragam. Sikap mereka juga memberi teladan bahwa persiapan adalah hal penting, berbeda dengan beberapa teman yang masih sering tergesa-gesa dan kurang siap.

Saya jadi teringat bahwa anak-anak seusia mereka masih dalam tahap mencari identitas dan jati diri. Mereka senang membentuk kelompok kecil, senang punya kesamaan dengan teman dekat, dan merasa bangga ketika bisa tampil beda dari yang lain. COOPELAN sendok itu menjadi simbol kecil persahabatan mereka, yang kelak mungkin akan selalu mereka ingat meskipun sudah naik kelas delapan atau bahkan lulus.

Setelah semua siap, kegiatan MBG pun berjalan lancar. Siswa menikmati makanan mereka dengan lahap. Sesekali terdengar gelak tawa, candaan antar teman, dan obrolan ringan yang membuat suasana kelas semakin hidup. Saya memperhatikan wajah-wajah mereka, penuh kebahagiaan yang sederhana.

Saya merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari perjalanan mereka. Bahagia sekali melihat anak-anak bisa menikmati kebersamaan, meskipun hanya melalui sendok dan makanan sederhana. Kelas 7F memberikan saya pelajaran berharga. Bahwa kebahagiaan tidak harus besar, tidak harus mewah. Terkadang, kebahagiaan bisa lahir dari sendok yang sama, dan dari tawa lepas di tengah kesederhanaan.

Momen MBG dengan “COOPELAN sendok bertiga” itu akan selalu menjadi kenangan indah, bukan hanya bagi Naila, Callista, dan Rena, tetapi juga bagi saya yang berkesempatan melihatnya secara langsung. Semoga menginspirasi.

Cepu, 22 Agustus 2025


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar