Senin, 14 Juli 2025

Restu Dari Lapangan

Karya : Gutamining Saida 
Matahari belum tinggi saat siswa baru berdiri menunggu  orang tua wali mencari buah hatinya di lapangan sekolah SMPN 3 Cepu . Angin pagi berhembus pelan, membawa semangat baru di hari kedua Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Pagi itu, suasana SMP Negeri 3 Cepu yang akrab disebut Esmega. Tidak hanya dipenuhi siswa baru yang berseragam putih merah tetapi juga para orang tua yang datang memenuhi undangan sekolah untuk menghadiri acara momentum restu.

Setelah pembukaan resmi oleh Kepala Sekolah, suasana mulai menghangat. Para siswa berada lapangan. Sementara itu, wali murid yang hadir mulai mencari putra-putri mereka. Seorang ibu dengan jilbab  merah muda melambaikan tangan ketika matanya menangkap anak perempuannya yang tersenyum malu-malu. Di sisi lain, seorang ayah mendekati anak laki-lakinya dan menepuk pundaknya dengan bangga.

Satu per satu, siswa jongkok di depan orang tua mereka. Kepala tertunduk, tangan menangkup tangan orang tua, lalu suara lirih terdengar dari seberang yang dibacakan oleh petugas dari OSIS. Suasana haru menyelimuti lapangan. Beberapa orang tua tampak mengusap air mata, sementara anak-anak memeluk erat ayah dan ibunya. Hari itu bukan sekadar kegiatan formal, tetapi saat sakral, sebuah titik awal untuk melangkah lebih jauh dalam dunia pendidikan menengah.

Di tengah kebersamaan itu, pandangan saya sebagai wali kelas baru di 7G terarah pada seorang siswi yang berdiri canggung, matanya sembab. Saya baca papan nama di dada  Namanya Kayla. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari orang tuanya yang belum datang. Mungkin terjebak kesibukan, mungkin pula ada halangan lain yang tak terelakkan.

Saya berjalan mendekatinya pelan. “Kayla, kenapa? ”
Ia menggigit bibir, menahan tangis. “Mama belum ada Bu…”
Saya menghela napas pelan. “Kalau begitu, bolehkah Ibu jadi wakil ibumu untuk sekarang?”

Kayla menatap saya sejenak, lalu mengangguk pelan. Air matanya mulai jatuh, dan ia pun jongkok di hadapan saya. Tangannya menggenggam tangan saya erat-erat.

Suasana menjadi sunyi di sekitar kami. Beberapa siswa dan orang tua yang berada dekat dengan kami ikut terdiam, memperhatikan. Saya merasa tenggorokan tercekat. Dengan pelan, saya mengusap kepala Kayla.

Kayla menangis dalam diam. Saya tahu betul, hari itu menjadi momen yang sangat besar baginya. Saya, meski hanya guru wali kelas, merasa turut menjadi bagian dari langkah awal hidupnya di dunia SMP.

Tak jauh dari kami, beberapa siswa dan orang tua mulai terisak. Momen antara anak dan orang tua sebelum benar-benar melepas mereka menjalani dunia baru di sekolah ini mengaduk emosi siapa pun yang menyaksikan.

Setelah semua siswa selesai, acara dilanjutkan menuju kelas  masing-masing. Untuk melanjutkan agenda selanjutnya.

Saya bersama wali murid adalah saksi pertumbuhan anak-anak yang datang dengan latar belakang, cerita, dan harapan masing-masing. Saya menyadari satu hal yaitu menjadi wali kelas adalah amanah yang lebih besar. Itu adalah kesempatan untuk menjadi bagian dari perjalanan hidup seseorang.

Kayla dengan air matanya, dengan restu yang saya sampaikan sebagai pengganti ibunya, telah menorehkan kenangan mendalam pada hari kedua MPLS. Semoga langkah-langkahnya di Esmega menjadi awal dari kebaikan dan prestasi yang menantinya di masa depan.
Cepu, 14 Juli 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar