Karya : Gutamining Saida
Beberapa hari yang lalu, saat membuka media sosial di sela-sela kesibukan mengajar dan mengurus rumah, mata saya tertumbuk pada sebuah poster yang menarik perhatian. Sebuah promo tentang Tour Padang Mbulan. sebuah perjalanan sejarah yang menjanjikan penelusuran jejak peradaban lama, tak jauh dari tempat tinggal saya sendiri. Saya membaca pelan-pelan, mencoba mencerna isi dari ajakan itu. Aneh, meskipun belum tahu pasti seperti apa bentuk kegiatannya, hati saya langsung tergerak. Ada sesuatu yang menggugah, seakan sebuah panggilan batin yang sudah lama tertunda.
Sebagai guru IPS, saya tentu saja sering berbicara tentang sejarah kepada siswa. Namun jujur saja, ketika harus menyentuh sejarah lokal, saya merasa masih buta. Banyak tempat dan nama-nama tokoh lokal yang asing di telinga saya. Padahal, saya tinggal tidak jauh dari wilayah yang dulu konon menjadi bagian penting dari sebuah peradaban besar. Betapa malunya saya jika suatu hari murid saya bertanya tentang sejarah daerah mereka sendiri, dan saya hanya bisa menjawab dengan keraguan atau bahkan diam.
Itulah yang mendorong saya memberanikan diri untuk ikut serta. Dengan rasa ragu-ragu, saya pun mengutarakan keinginan ini kepada suami. Dalam hati saya tahu, waktu keluarga pada akhir pekan sangat berharga. Namun, saya mencoba menjelaskan niat baik saya: ini bukan perjalanan biasa, tapi sebuah proses belajar yang bisa membawa manfaat jangka panjang, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk siswa-siswa saya. Seperti gayung bersambut, suami memberikan izin dengan senyuman dan doa. Rasanya seperti mendapat restu semesta.
Saya segera menghubungi narahubung yang tercantum di pamflet digital itu. Tangan saya sempat gemetar saat menulis pesan, karena saya belum tahu siapa yang akan saya temui, bagaimana teknis acaranya, dan dengan siapa saya akan berjalan nanti. Tapi saya mantap. Tujuan saya hanya satu yaitu mencari ilmu yang bermanfaat. Tak lama berselang, pesan saya dibalas dengan ramah. Alhamdulillah, saya langsung merasa hangat dan diterima.
Tanpa pikir panjang, saya langsung mendaftar. Saya tak tahu siapa saja pesertanya, apakah saya akan mengenal seseorang di sana atau tidak. Tapi saya percaya, jika niat kita baik, maka Allah Subhanahu Wata'ala akan mempertemukan kita dengan orang-orang yang sejalan. Saya mulai membayangkan hari itu akan seperti apa. Namun bukan bayangan tempat atau pemandangan yang membuat saya semangat, melainkan bayangan akan pertemuan dengan para pakar sejarah, para pegiat budaya, dan para pencinta pengetahuan.
Beberapa jam menjelang keberangkatan, saya mempersiapkan diri semampu saya. Tidak hanya menyiapkan barang bawaan seperti topi, payung, air minum, dan alat tulis, tapi juga mempersiapkan hati untuk benar-benar menyimak, merenung, dan memahami. Ini bukan wisata biasa. Ini adalah perjalanan jiwa, ziarah ilmu, dan proses menemukan kembali jati diri sebagai guru yang tidak hanya mengajar, tapi juga terus belajar.
Sejarah bukan sekadar kumpulan tahun dan nama, tapi cerita tentang manusia, perjuangan, budaya, dan nilai-nilai yang membentuk siapa kita.
Saya yakin, apa yang saya pelajari hari ini akan membekas lama. Tidak hanya dalam catatan, tetapi juga dalam cara saya mengajar nanti. Saya ingin membagikan semangat ini kepada siswa-siswa saya. Saya ingin mereka tahu bahwa sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tetapi tentang pemahaman diri, tentang tempat kita berpijak, dan tentang bagaimana kita menata masa depan dengan lebih bijaksana.
Perjalanan ini, meskipun baru akan dimulai, sudah membawa banyak makna. Saya melangkah bukan sebagai seseorang yang tahu segalanya, tetapi sebagai seseorang yang ingin terus belajar. Saya percaya, setiap langkah kecil dalam pencarian ilmu akan selalu mendapatkan jalan terbaik.
Semoga perjalanan ini membawa berkah, dan semoga saya bisa menularkan semangat ini kepada lingkungan sekitar. Karena sejatinya, guru yang baik bukan hanya yang pandai mengajar, tetapi yang tidak pernah berhenti belajar.
Cepu, 20 April 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar