Saat mentari pagi menyelinap di
sela-sela pepohonan, saya melangkah menuju halaman sekolah dengan perasaan yang
sulit diungkapkan. Acara perpisahan yang diadakan oleh pihak sekolah SMPN 1
Kedungtuban untuk saya begitu berarti. Namun
bagi saya juga meninggalkan beban berat di hati. Mutasi ini memang pilihan
saya, untuk meninggalkan tempat yang telah menjadi bagian hidup selama
bertahun-tahun tetaplah bukan hal yang mudah.
Saat memasuki ruang guru, suasana
begitu syahdu. Ruangan yang sederhana, kursi yang tertata rapi, dan wajah-wajah
yang sudah sangat saya kenal membuat dada saya sesak. Saya tahu ini adalah
momen perpisahan, tetapi kenyataan itu tetap sulit diterima sepenuhnya.
Acara perpisahan dilaksanakan
dilapangan upacara. Dihadiri oleh seluruh siswa mulai kelas tujuh, delapan, Sembilan,
seluruh bapak ibu guru, karyawan dan bapak Kepala Sekolah. Upacara hari Senin
dilaksanakan dengan tertib sebagai pembina upacara Ibu Rini Setyaningsih.
Setelah upacara selesai barulah acara perpisahan dan pamit dari saya
berlangsung.
Kemudian tibalah giliran saya
diberikan waktu untuk berbicara. Pembawa acara, memberikan waktu untuk saya
berpamitan. Saya melangkah terasa berat menuju podium. Sesaat, saya berdiri di
depan mikrofon, menatap semua siswa dari kelas tujuh, delapan dan sembilan yang
saya cintai, rekan guru, serta seluruh keluarga besar SMPN 1 Kedungtuban. Napas
saya terasa sesak, seolah ribuan emosi menyeruak dari dalam dada.
Dengan suara bergetar, saya
memulai ucapan, “Bapak Ibu, dan anak-anakku sekalian. Hari ini adalah momen
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Lapangan ini sebagai saksi dimana sudah
saya goreskan beribu kisah, kenangan, kebahagian bersama. Perpisahan ini adalah awal baru bagi saya,
tetapi juga akhir dari perjalanan yang begitu indah di tempat ini.”
Saya berhenti sejenak, menarik
napas lagi, karena tenggorokan saya terasa tercekat. “Tidak ada kata yang cukup
untuk menggambarkan rasa terima kasih saya kepada kalian semua. Kalian telah
menjadi keluarga kedua bagi saya. Setiap momen di sini, baik suka maupun duka,
telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup saya.”
Air mata mulai mengalir di pipi dan
saya berusaha menghentikannya. “Meninggalkan tempat ini bukanlah hal yang
mudah. Sekolah ini, kalian semua, adalah rumah yang selama ini saya huni. Dan
rumah itu tidak hanya membangun saya sebagai seorang guru, tetapi juga sebagai
manusia yang lebih baik.”
Saya melanjutkan dengan ucapan terima kasih kepada Kepala sekolah, rekan-rekan guru, staf, dan siswa-siswa yang telah memberikan warna dalam kehidupan saya. Kata-kata sederhana, tetapi setiap ucapan berasal dari hati yang terdalam. Ketika saya selesai berbicara, suasana lapangan terasa begitu hening. Beberapa rekan kerja menunduk, sementara siswa-siswa menatap saya dengan mata penuh emosi.
Dilanjutkan dengan kata sambutan
dari kepala sekolah SMPN 1 Kedungtuban yaitu bapak Prasetyo Cahyo Nugroho, S.
Pd, M.M. Kata-kata beliau menyentuh hati saya. Beliau menceritakan bagaimana
perjalanan saya di sekolah ini, mulai dari hari pertama mengajar hingga
momen-momen penting yang telah kami lalui bersama. Waktu mulai saya datang di tahun
2017 di bulan September sampai detik ini Januari 2025. Mendengar itu semua,
mata saya mulai berkaca-kaca. Saya menarik napas panjang, mencoba menenangkan
diri. Tapi, hati ini tetap terasa bergejolak. Jika seseorang bertanya bagaimana
perasaan saya saat itu, saya pun tidak tahu harus menjawab apa. Bahagia, sedih,
bangga, dan berat hati bercampur menjadi satu. Mutasi ini memang keputusan
saya, tetapi rasa kehilangan tetap menghantui.
Salah satu siswa maju ke depan,
mewakili OSIS untuk memberikan pidato singkat. Suaranya penuh semangat, tetapi
juga terdengar ada nada berat hati di sana. “Ibu, kami tahu ini adalah
keputusan yang terbaik untuk Ibu. Tapi kami ingin Ibu tahu bahwa kami semua
akan merindukan Ibu. Terima kasih atas ilmu dan kasih sayang yang telah Ibu
berikan.”
Kata-kata itu seperti menghujam
hati saya. Saya merasa berat meninggalkan mereka, anak-anak yang selama ini
telah menjadi sumber semangat saya setiap hari. Ilmu dan pengalaman menyertai Langkah
saya untuk melangkah ke tempat baru.
Acara dilanjutkan dengan sesi
pemberian kenang-kenangan. Saya menerima bingkisan yang dibungkus dengan rapi. Salah
satu bingkisan disampaikan oleh bapak Kepala Sekolah. Bingkisan yang lain
disampaikan perwakilan OSIS.
Setelah itu, acara dilanjutkan
dengan sesi foto-foto bersama di lapangan upacara. Setiap orang ingin
mengabadikan momen terakhir saya. Ada yang memeluk saya sambil menahan tangis,
ada pula yang memberikan doa dan harapan untuk saya di tempat baru.
Di akhir acara, ketika saya
berjalan keluar, hati saya terasa begitu berat. Saya menoleh ke belakang,
menatap sekolah itu untuk terakhir kalinya. Ruang guru yang selama ini penuh
tawa, cerita, dan kenangan kini menjadi saksi perpisahan saya dengan tempat
yang telah menjadi rumah kedua.
Saya sadar, perjalanan ini adalah
bagian dari kehidupan. Setiap akhir adalah awal baru. Meskipun berat, saya
harus melangkah maju. Saya membawa kenangan ini sebagai penguat untuk babak
baru yang menanti.
Dengan mata yang masih basah oleh
air mata, saya berbisik pada diri sendiri, “Terima kasih untuk segalanya,
sekolahku SMPN 1 Kedungtuban. Kalian akan selalu ada di hati saya, selamanya.”
Teriring doa semoga SMPN 1 Kedungtuban semakin maju, semua keluarga besar
diberikan nikmat sehat dan tambah sukses. Sampai jumpa di lain kesempatan.
Cepu, 17 Januari 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar