Jumat, 17 Januari 2025

Perpisahan Yang Sarat Emosi

Karya: Gutamining Saida

Saat mentari pagi menyelinap di sela-sela pepohonan, saya melangkah menuju halaman sekolah dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Acara perpisahan yang diadakan oleh pihak sekolah SMPN 1 Kedungtuban untuk saya begitu berarti.  Namun bagi saya juga meninggalkan beban berat di hati. Mutasi ini memang pilihan saya, untuk meninggalkan tempat yang telah menjadi bagian hidup selama bertahun-tahun tetaplah bukan hal yang mudah.

Saat memasuki ruang guru, suasana begitu syahdu. Ruangan yang sederhana, kursi yang tertata rapi, dan wajah-wajah yang sudah sangat saya kenal membuat dada saya sesak. Saya tahu ini adalah momen perpisahan, tetapi kenyataan itu tetap sulit diterima sepenuhnya.

Acara perpisahan dilaksanakan dilapangan upacara. Dihadiri oleh seluruh siswa mulai kelas tujuh, delapan, Sembilan, seluruh bapak ibu guru, karyawan dan bapak Kepala Sekolah. Upacara hari Senin dilaksanakan dengan tertib sebagai pembina upacara Ibu Rini Setyaningsih. Setelah upacara selesai barulah acara perpisahan dan pamit dari saya berlangsung.

Kemudian tibalah giliran saya diberikan waktu untuk berbicara. Pembawa acara, memberikan waktu untuk saya berpamitan. Saya melangkah terasa berat menuju podium. Sesaat, saya berdiri di depan mikrofon, menatap semua siswa dari kelas tujuh, delapan dan sembilan yang saya cintai, rekan guru, serta seluruh keluarga besar SMPN 1 Kedungtuban. Napas saya terasa sesak, seolah ribuan emosi menyeruak dari dalam dada.

Dengan suara bergetar, saya memulai ucapan, “Bapak Ibu, dan anak-anakku sekalian. Hari ini adalah momen yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Lapangan ini sebagai saksi dimana sudah saya goreskan beribu kisah, kenangan, kebahagian bersama.  Perpisahan ini adalah awal baru bagi saya, tetapi juga akhir dari perjalanan yang begitu indah di tempat ini.”

Saya berhenti sejenak, menarik napas lagi, karena tenggorokan saya terasa tercekat. “Tidak ada kata yang cukup untuk menggambarkan rasa terima kasih saya kepada kalian semua. Kalian telah menjadi keluarga kedua bagi saya. Setiap momen di sini, baik suka maupun duka, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup saya.”

Air mata mulai mengalir di pipi dan saya berusaha menghentikannya. “Meninggalkan tempat ini bukanlah hal yang mudah. Sekolah ini, kalian semua, adalah rumah yang selama ini saya huni. Dan rumah itu tidak hanya membangun saya sebagai seorang guru, tetapi juga sebagai manusia yang lebih baik.”

Saya melanjutkan dengan ucapan terima kasih kepada Kepala sekolah, rekan-rekan guru, staf, dan siswa-siswa yang telah memberikan warna dalam kehidupan saya. Kata-kata sederhana, tetapi setiap ucapan berasal dari hati yang terdalam. Ketika saya selesai berbicara, suasana lapangan terasa begitu hening. Beberapa rekan kerja menunduk, sementara siswa-siswa menatap saya dengan mata penuh emosi.

Dilanjutkan dengan kata sambutan dari kepala sekolah SMPN 1 Kedungtuban yaitu bapak Prasetyo Cahyo Nugroho, S. Pd, M.M. Kata-kata beliau menyentuh hati saya. Beliau menceritakan bagaimana perjalanan saya di sekolah ini, mulai dari hari pertama mengajar hingga momen-momen penting yang telah kami lalui bersama. Waktu mulai saya datang di tahun 2017 di bulan September sampai detik ini Januari 2025. Mendengar itu semua, mata saya mulai berkaca-kaca. Saya menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi, hati ini tetap terasa bergejolak. Jika seseorang bertanya bagaimana perasaan saya saat itu, saya pun tidak tahu harus menjawab apa. Bahagia, sedih, bangga, dan berat hati bercampur menjadi satu. Mutasi ini memang keputusan saya, tetapi rasa kehilangan tetap menghantui.

Salah satu siswa maju ke depan, mewakili OSIS untuk memberikan pidato singkat. Suaranya penuh semangat, tetapi juga terdengar ada nada berat hati di sana. “Ibu, kami tahu ini adalah keputusan yang terbaik untuk Ibu. Tapi kami ingin Ibu tahu bahwa kami semua akan merindukan Ibu. Terima kasih atas ilmu dan kasih sayang yang telah Ibu berikan.”

Kata-kata itu seperti menghujam hati saya. Saya merasa berat meninggalkan mereka, anak-anak yang selama ini telah menjadi sumber semangat saya setiap hari. Ilmu dan pengalaman menyertai Langkah saya untuk melangkah ke tempat baru.

Acara dilanjutkan dengan sesi pemberian kenang-kenangan. Saya menerima bingkisan yang dibungkus dengan rapi. Salah satu bingkisan disampaikan oleh bapak Kepala Sekolah. Bingkisan yang lain disampaikan perwakilan OSIS.

Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sesi foto-foto bersama di lapangan upacara. Setiap orang ingin mengabadikan momen terakhir saya. Ada yang memeluk saya sambil menahan tangis, ada pula yang memberikan doa dan harapan untuk saya di tempat baru.

Di akhir acara, ketika saya berjalan keluar, hati saya terasa begitu berat. Saya menoleh ke belakang, menatap sekolah itu untuk terakhir kalinya. Ruang guru yang selama ini penuh tawa, cerita, dan kenangan kini menjadi saksi perpisahan saya dengan tempat yang telah menjadi rumah kedua.

Saya sadar, perjalanan ini adalah bagian dari kehidupan. Setiap akhir adalah awal baru. Meskipun berat, saya harus melangkah maju. Saya membawa kenangan ini sebagai penguat untuk babak baru yang menanti.

Dengan mata yang masih basah oleh air mata, saya berbisik pada diri sendiri, “Terima kasih untuk segalanya, sekolahku SMPN 1 Kedungtuban. Kalian akan selalu ada di hati saya, selamanya.” Teriring doa semoga SMPN 1 Kedungtuban semakin maju, semua keluarga besar diberikan nikmat sehat dan tambah sukses. Sampai jumpa di lain kesempatan.

Cepu, 17 Januari 2025

 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar