Saat jam istirahat tiba, Saya
duduk sejenak di ruang guru, menikmati jeda waktu setelah beberapa jam
mengajar. Sambil menyeruput air putih, tiba-tiba teringat sesuatu. Rasa kangen
kepada siswa-siswa di sekolah lama. Sudah sebulan setengah saya mutasi ke
sekolah baru. Kenangan bersama mereka masih melekat di hati.
Timbul keinginan untuk menyapa
mereka. Saya membuka ponsel dan masuk ke grup mata pelajaran IPS yang dulu kami
gunakan untuk berbagi materi dan diskusi. Dengan perasaan rindu, Saya mulai
mengetik pesan:
"Assalamualaikum,
anak-anak. Bagaimana kabarnya? Adakah yang kangen Bu Saida?"
Saya menekan tombol kirim dan
menunggu. Awalnya hanya ada tanda centang dua, lalu satu per satu pesan mulai
masuk. Hatiku berdebar membaca balasan mereka.
"Waalaikumsalam, Bu! Alhamdulillah baik, bu"
Lalu, tanpa ragu, Saya mengetik
pertanyaan lain:
"Ada yang sudah kangen
belum?"
"Wah, Bu Saida! Kangen banget, Bu!"
“Kuangen buanget bu.”
Saya tersenyum haru. Mereka masih
merindukan. Saya pun membalas satu per satu pesan mereka.
Tak butuh waktu lama, balasan
mengalir deras.
"Jelas kangen, Bu!"
"Kangen banget, Bu. Ibu masih ingat pas kita belajar IPS terus ada yang
ketiduran?"
Saya tertawa kecil membaca
pesan-pesan itu. Ada yang mengingat kejadian-kejadian lucu di kelas, ada yang
mengenang bagaimana saya mengajar dan ada yang benar-benar berharap. Saya
datang kembali.
Saya tidak menyangka bahwa
kehadiran saya dulu memberikan kesan mendalam bagi mereka. Bagi seorang guru,
tidak ada yang lebih membahagiakan selain mengetahui bahwa dirinya tetap
diingat dan dirindukan oleh siswanya.
Saya pun membalas, "Terima
kasih, anak-anak. Ibu juga kangen kalian. Semoga kalian tetap semangat belajar
dan meraih mimpi. InsyaAllah, kalau ada waktu,kita ketemu."
Percakapan di grup itu terus
berlanjut dengan tawa dan kenangan. Sekali lagi saya menyadari bahwa menjadi
guru bukan sekadar mengajar, tetapi juga meninggalkan jejak di hati anak-anak. Saya
merasa begitu bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’alla. Saya masih menjadi
bagian dari kenangan indah mereka.
Saya cukup bahagia dengan
perhatian kecil dari siswa-siswi. Kebahagiaan tidak selalu tentang materi,
tetapi lebih kepada perasaan diperhatikan. Perhatian kecil dari mereka sering
kali lebih bermakna daripada pemberian materi. Hanya dengan sekadar
mendengarkan cerita seseorang dengan penuh perhatian bisa menjadi sumber
kebahagiaan bagi saya. Saya bisa merasakan kebahagiaan yang luar biasa,
meskipun itu hanya berupa kata-kata sederhana. Kita hanya perlu lebih peka dan
menghargai setiap momen yang ada. Dengan begitu, hidup akan terasa lebih indah,
lebih bermakna, dan penuh kebahagiaan yang sederhana tetapi tulus.
Cepu, 27 Februari 2025
kangen
BalasHapus