Karya: Gutamining Saida
Suara rintik hujan membangunkan
saya lebih awal dari biasanya. Udara terasa sejuk, dingin menusuk hingga ke
tulang. Hujan yang turun sejak malam masih terus berlanjut. Hujan membawa aroma
khas tanah yang menyegarkan. Saya melirik jam dinding; waktu menunjukkan pukul
03.30 WIB. Sebuah panggilan untuk bangkit dari kenyamanan selimut dan
menjalankan kewajiban kepada Sang Pencipta. Seusai shalat subuh, saya duduk
sejenak, menghirup teh hangat sambil memandang hujan yang turun tanpa henti.
Pikiran mulai terarah pada tugas
saya hari ini. Menjadi seorang guru adalah amanah yang tidak hanya sekadar
profesi, tetapi juga jihad di jalan ilmu. Walau cuaca tak mendukung, semangat
saya tak boleh surut. Setelah sarapan sederhana bersama keluarga, saya bersiap.
Jas hujan yang berada di jok motor saya ambil, memastikan perlindungan dari
derasnya hujan selama perjalanan menuju sekolah.
Saat langkah pertama keluar
rumah, saya sudah dihadapkan pada tantangan. Jalanan kampung yang biasa saya
lewati berubah menjadi jalur genangan air. Lobang Seribu, begitu warga
setempat menyebutnya, menjadi tantangan utama. Jalan penuh lubang ini kini
terisi air hujan, menyembunyikan kedalaman yang bisa mengejutkan siapa saja
yang melintas. Saya harus berhati-hati mengendarai motor, menebak mana yang
aman dilewati.
Di sepanjang perjalanan, saya
bertemu banyak pejuang pagi. Orang-orang seperti saya yang tetap keluar di
tengah hujan, menjalankan tugas mereka masing-masing. Ada yang mengendarai
motor dengan jas hujan seadanya, beberapa lainnya bersepeda ontel. Wajah mereka
tampak basah oleh percikan air, tetapi semangat tetap tergambar jelas. Beberapa
anak sekolah tampak memegang payung sambil mengayuh sepeda dengan cekatan.
Mereka tidak peduli basah dan dingin, karena ada panggilan tanggung jawab yang
harus dipenuhi.
Saya semakin bersyukur melihat
semua ini. Hujan yang turun tak menjadi halangan bagi mereka untuk terus
bergerak maju. Dalam hati, saya mengingatkan diri sendiri, "Jika mereka
saja bisa, apalagi saya yang diberi banyak kemudahan. Kendaraan ada, jas hujan
ada. Tidak ada alasan untuk menyerah."
Perjalanan melintasi Lobang
Seribu bukan hanya ujian kesabaran, tetapi juga pelajaran kehati-hatian. Sekali
saya salah menebak kedalaman genangan, ban motor tergelincir sedikit. Namun,
saya cepat menguasai kendaraan dan melanjutkan perjalanan. Hati kecil saya
berkata, "Setiap langkah menuju sekolah adalah jihad. Allah Subhanahu Wata'alla akan
memudahkan jalan bagi yang berniat baik."
Tiba di parkiran sekolah, saya
disambut oleh suasana yang tidak kalah semangat. Siswa-siswa mulai berdatangan.
Sebagian besar dengan jas hujan dan payung. Beberapa terlihat basah kuyup
karena sepeda mereka tak cukup melindungi dari hujan deras. Namun, tak satu pun
dari mereka tampak murung. Mereka justru tertawa, bercanda dengan
teman-temannya, seolah dingin dan basah bukan masalah besar.
Saya melepas jas hujan dan salah
seorang siswa mendekat dan mengajak jabat tangan. "Kamu semangat sekali, sudah
di sekolah?" tanya saya. Ia hanya tersenyum, menjawab polos, "Mau
tanding di SMPN 4 Cepu Bu.”
Kata-katanya menghangatkan hati
saya. Sebagai guru, momen-momen seperti ini yang selalu membuat saya merasa
bahwa pekerjaan ini lebih dari sekadar mengajar. Ini adalah jalan pengabdian,
sebuah ladang pahala yang tak kasat mata tetapi terasa nyata dalam hati.
Di kelas, saya membuka pelajaran
dengan cerita singkat tentang perjalanan saya pagi ini. Siswa-siswa
mendengarkan dengan antusias. Beberapa dari mereka bahkan menceritakan
pengalaman mereka sendiri melawan hujan untuk sampai ke sekolah. Salah seorang
siswa, yang datang dengan sepatu basah, berkata, "Bu, tadi sepeda saya
hampir jatuh karena genangan air di Lobang Seribu, tapi saya tetap semangat,
karena saya ingin bertemu teman-teman dan belajar."
Hari ini, hujan menjadi pengingat
akan banyak hal. Hujan mengajarkan saya untuk bersyukur atas kemampuan saya
untuk tetap menjalankan tugas. Hujan juga menunjukkan bahwa semangat dan tekad
adalah bahan bakar utama dalam menjalani hidup, lebih dari sekadar kenyamanan
fisik.
Saat istirahat, saya menyempatkan
diri untuk duduk di ruang guru, merenungkan apa yang telah saya alami pagi ini.
Betapa luar biasa rahmat Allah, yang tidak hanya memberikan hujan sebagai
berkah, tetapi juga menguatkan saya dan orang-orang di sekitar saya untuk tetap
menjalankan tanggung jawab masing-masing. Hujan ini, dengan segala tantangan
yang dibawanya, adalah bentuk ujian kecil yang membuat kita lebih kuat dan
lebih bersyukur. Saya tersenyum, merasa lega sekaligus bersyukur telah melewati
pagi yang penuh perjuangan ini dengan baik.
Hidup adalah perjalanan yang
sering kali diwarnai dengan tantangan, seperti hujan pagi ini. Namun, selama
niat kita baik dan langkah kita disertai doa, Allah selalu memberikan kekuatan.
Hujan tidak hanya menyuburkan tanah, tetapi juga menyirami jiwa, mengingatkan
kita untuk terus bersyukur dan bersemangat menjalani hari. Pagi ini, saya
belajar bahwa jihad di jalan ilmu adalah salah satu bentuk ibadah yang paling
indah.
Kedungtuban, 8 Desember 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar